Senin, 09 September 2013

SEJARAH BUDIDAYA UDANG

Sejarah Budidaya Udang di Indonesia
Budidaya udang adalah kegiatan pemeliharaan/pembesaran udang secara khusus dengan penebaran benur ditambak air payau yang terdapat di hamparan pesisir. Sampai dengan tahun 60-an hanya ada 4 negara di dunia yang memiliki areal tambak cukup luaas, yaitu Filipina, Indonesia, Taiwan dan Thailand. Masing-masing dengan luas 166.000, 165.000, 27.600 dan 20.000 Ha (Ling, 1970). Di Indonesia sendiri sampai dengan tahun 60-an masih terpusat di Jawa, Sulawesi Selatan dan Aceh.

Tambak tersebut dibangun di wilayah lahan pasang surut (Zona Internidal) karena untuk pengairannya tergantung penuh pada pergerakan air pasang surut. Komoditi budidayahanyalah ikan banding (ditambah ikan belanak di Taiwan dan Ikan Kakap di Thailand). Adapun udang yang terdapat didalam tambak hanya berasal dari alam yang masuk sendiri kedalam tambak bersama arus air pasang tinggi.
Hasil udang yang diperoleh pemilik tambak dianggap hanya sebagai hasil sampingan (hasil panen utama adalah bandengnya) dan menjadi hak pendega, yaitu karyawan yang mengurus tambak.
Penebaran benur (benih udang) secara khusus kedalam tambak untuk dipelihara secara terkendali baru dimulai setelah petambak Sulawesi Selatan diajari untuk mengenal benur udang dan membudidayakannya didalam tambak.

Guna menyimak perkembangna budidaya udang di Indonesia secara utuh, Bapak Alie Pornomo (Alm) telah memberikan catatan secara kronologis yang pernah disampaikan saat Simposium Akuakultur Tahun 2001 di Semarang. Berikut uraiannya:
Sejarah Budidaya Tambak Udang di Indonesia
s/d 1964 : Era Pra budidaya Udang di Tambak
Sampai dengan awal Tahun 1964 tambak di Indonesia hanya digunakan untuk budidaya ikan banding.
1964-1970 : Pengenalan Benur dan Budidaya Udang Teknologi Tradisional/Ekstensif
Pengenalan morofologi benur alam (terutama udang windu P. monodon dan udang putih P. marguiensis), teknik merawat dan pengangkutan serta pembesarannya didalam tambak (teknologi ekstensif secara mono atau polikultur dengan bandeng) di Sulawesi Selatan (Bulukumba, Jeneponto, pangkep dan Pinrang) (Poernomo, 1968).
Pendederan dan aklimatisasi benur didalam keramba jarring apung didalam tambak atau didalam bak-bak semen didarat berkembang pesat di daerah pertambakan di Sulawesi Selatan yang jauh dari sumber benur (Pangkep, Maros, Barru). Setelah tahun 70-an pembudidayaan udang windu teknologi ekstensif berkembang ke Jawa, Kalimantan (Balikpapan) dan Sumatera (Aceh). Khususnya di Banda Aceh, disamping budidaya udang windu juga dibudidayakan udang putih (P. indicus) karena kelimpahan benur alam jenis udang ini diperairan pantai aceh (Poernomo, 1979).
Budidaya udang windu teknologi ekstensif dengan kepdatan tebar 20.000-30.000 ekor benur/Ha (monokultur) tanpa pakan dapat menghasilkan 3-4 kwintal/Ha/siklus size 30 (hanya mengandalkan pakan alami dengan pemupukan. Disini masih banyak petani menerapkan polikultur dengan banding.
1970 : Dibangun hatchery udang pertama dan RCU Jepara
Setelah penelitian berhasil memijahkan induk udang matang telur dari laut, dibangun hatchery pertama di Makassar (Berita Buana, 1970 Harian Kami, 1970) dan menyusul dibangunnya hatchery ke-2 di Jepara, Jawa Tengah akhir tahun 1970. Mengingat besarnya potensi budidaya udang di Indonesia pada masa mendatang maka penulis waktu itu menyarankan kepada Pemerintah untuk dibangun RCU (Reseacrh Center Udang) di lokasi yang sama di Jepara yang kemudian disebut BPAP (Balai Pengembangan Budidaya Air Payau) dan pada tahun 2003 berubah menjadi BBPBAP (Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau) untuk mendukung percepatan pembangunan budidaya udang di Indonesia.
1974 : Perintisan Budidaya Udang Teknologi Intensif
Pengembangan budidaya udang teknologi intensif dan semi intensif dengan menggunakan kincir dan pakan pellet dimulai di RCU Jepara.
1974 : Proyek Pengembangan Tambak USAID di Aceh
Terjadi malapetaka pertambakan di Aceh sebagai akibat dari gerakan pembatan jalur mangrove didalam areal pertambakan yang diinstruksikan oleh ahli-ahli (staf pengajar Auburn University) dalam proyek bantuan USAID tersebut. Alasan utama para ahli tersebut adalah produktivitas tambak Aceh rendah disebabkan karena pohon bakau yang ditanam di sepanjang tanggul dan saluran menghabiskan unsur hara dari pupuk yang diaplikasikan untuk menumbuhkan makanan alami didalam tambak.
Rupanya staf ahli tersebut khilaf karena tidak menyimak 3 hal yang lebih penting yaitu:
· Jalur mangrove tersebut sangat vital fungsinya sebagai wind breaker bagi wilayah pertambakan di Aceh karena anginnya sangat luar biasa besarnya.
· Tidak menyadari bahwa mangrove bakau sebenarnya diperlukan untuk memperbaiki lingkungan wilayah tambak karena fungsinya antara lain menyerap zat-zat polutan dan mengandung bakteri yang bermanfaat bagi keseimbangan lingkungan.
· Sebegitu jauh belum ada penelitian khusus tentang seberapa hebat akar bakau menyerap unsure hara dari pupuk yang diaplikasikan dibagian tengah atau pelataran tambak waktu air dangkal.
1975 : Teknologi Ablasi Mata untuk Pematangan Telur Induk Udang Diketemukan
Penelitian di RCU Jepara berhasil mematangkan telur induk udang dengan teknik ablasi mata (alikunki dkk, 2975 dan Poernomo, Hamami, 1983). Taiwan dan Filipina setalah membaca bulletin RCU, 1975 atau mengetahui keberhasilan Jepara tersebut langsung menanganinya dengan sangat intensif (di Tungkang Marine Laboratory (TML), Taiwan dan Seafdec, Filipina), sehingga mereka berhasil mengkomersilkan lebih dahulu teknologi tersebut. Dari perjalanan tersebut Alie Pornomo dimintai oleh Dr. Liao, Dir TML penulis yang pada waktu (1983) kebetulan berada di Taiwan, diminta untuk mengajarkan teknik ablasi pada staf peneliti Tungkang Marine Laboratory, Tungkang Taiwan.
1979-1980 : Dibangun Hatchery Swasta Pertama
Hathery udang swasta petama (PT Benur Unggul) dibangun di Desa Temporah/Banyuglugur Besuki, Jawa Timur disusul oleh hatchery swasta di Sinjai Sulawesi Selatan dan Kepulauan Seribu, Jakarta.
1980 : Perbaikan Teknologi Ablasi Mata
Perbaikan teknologi ablasi mata induk dari laut untuk produksi benur udang windu dengan perbaikan mutu pakan, lingkungan di Suba Balai Penelitian Perikanan Laut Ancol (Poernomo, Hamami, 1983) dan BBAP Jepara.
1982-1983 : Teknologi Reklamasi Tanah Sulfat Masam
Teknologi perbaikan atau reklamasi tanah sulfat masam (pyrite) yang menjadi kendala tambak udang ditemukan dam dimasyarakatkan (Poernomo dan Singh, 1982; Singh dan Poernomo, 1983; Poernomo, 1983; Kompas, 1982; dan Suara Merdeka, 1982).
Tambak yang dibangun di lahan zona intertidal umumnya mengandungi senyawa pyrit antara 0,5-2% dan pada daerah tertentu dapat mencapai >5%. Lahan tambak dengan kandungan pyrit tinggi seperti di daerah Bone Palopo, Malili, Mamuju (Sulawesi Selatan) dan Kalimantan Timur yang belum direklamasi produktivitasnya sangat rendah.
1984-1985 : Komersialisasi Budidaya Udang Intensif
Pengembangan budidaya udang teknologi intensif dimulai di Jawa Timur yang terpusat di Banyuwangi dan Situbondo (Jawa Timur) di Tangerang dan Serang (Jawa Barat) serta Denpasar (Bali) yang mencapai puncaknya pada tahun 1987-1990. Diluar Jawa, kecuali Bali dan Lampung (DCD, 1989) pada waktu itu belum ada tambak udang intensif.
1985 : Tambak TIR dibangun
Oleh pemerintah dibangun Tambak Pandu Inti Rakyat (TIR) krawang seluas 250 Ha di desa Cipucuk, Kab. Krawang, lengkap dengan cold storage, pabrik pakan dan pelatihan teknisi. Tambak pola TIR yang lain juga dibangun oleh swasta di Desa Jawai, Kab. Sambas (Kal Bar), di Teluk Waworada, Kab. Bima (NTB), Desa Pejarakan Buleleng (Bali), di Muara Sungai Bodri Kendal (Jateng), Takesung (Kal Sel), di Seram (Maluku), Tanjung Arus, Bulongan (Kal Tim). Tambak-tambak tersebut yang dibangun oleh pemerintah maupun swasta umumnya kurang berhasil karena masalah manajemen usaha dan manajemen budidaya.
Tambak TIR Raksasa (PT Dipasena Citra Darmaja/PT DCD) seluas >5.000 Ha mulai dibangun Th 1989 di Desa Mesuji/Rawa Jitu, Kab. Lampung Utara, kemudian menyusul tambak TIR.
PT Bratasena seluas 10.000 Ha dibangun di Muara Way Seputih, Kec. Seputih Surabaya Kab. Lampung Tengah.
Unit ke-3 tambak raksasa non TIR (PT Wahyuni Mandira) seluas >10.000 Ha mulai dibangun pada tahun 1999 disebelah utara sungai Mesuji, Propinsi Sumatera Selatan.
Ketiga unit tambak raksasa tersebut terletak dalam satu hamparan pantai yang bertetangga dalam lingkup garis pantai sekitar 100 km. Namun karena desain tata letak ruang dan konstruksinya sudah mengikuti prasyarat kaidah budidaya, maka secara teknis, produktivitas tambak-tambak tersebut cukup stabil.
Kasus yang menimpa PT Dipasena yang berakhir dengan penyerahan penuh tambak-tambak tersebut kepada plasma terletak pada masalah manajemen social. Tetapi dampak negative dari kuasainya penuh tambak-tambak tersebut oleh petambak mantan plasma, produktivitasnya menurun sangat drastis, penyebabnya antara lain karena tidak ada yang bertanggung jawab merawat saluran primer dan sekunder, kemampuan permodalan, dan koordinasi antar petambak. Seharusnya paling tidak saluran primer harus bias di urus oleh pemerintah, karena petambak jelas tidak akan mampu merawatnya apalagi dalam kondisi hamparan tambak raksasa.

Sumber : http://duniaperikanan.wordpress.com/2009/10/15/sejarah-budidaya-udang-di-indonesia/

PENGENALAN ALAT SELAM

MASKER

alt

Fungsi Masker
Fungsi utama dari masker adalah agar kita dapat melihat objek laut dengan jelas pada saat melakukan snorkeling; misalnya ikan, karang, ataupun objek menarik lain.  Selain itu, masker juga melindungi mata kita dari air laut yang asin sehingga mata tidak perih dan menjadi nyaman saat snorkeling.

Bagaimana memilih masker yang cocok untuk diri sendiri ?
  • Pilihlah masker yang kamu sukai
  • Pastikan masker tersebut nyaman digunakan.  Masker yang terbuat dari silicon biasanya lebih nyaman digunakan.
  • Kenakan masker pada muka; lalu hisap udara di dalam masker sedikit mungkin melalui hidung kemudian nafas ditahan
  • Goyangkan kepala!  Jika masker tetap tertahan pada muka; besar kemungkinan masker itu cocok untuk wajahmu.

SAAT KITA MEMAKAI MASKER; OBJEK LAUT TERLIHAT LEBIH DEKAT DAN LEBIH BESAR 1/4 KALI DARI JARAK DAN UKURAN SEBENARNYA

SNORKEL
alt
Apakah snorkel itu?
Snorkel adalah sebuah pipa sederhana untuk bernafas selama kegiatan snorkling berlangsung.  Dengan bantuan snorkel, kita dapat bernafas dengan mudah tanpa harus menegakkan kepala keluar dari permukaan air.  Dengan demikian kita bebas mengamati objek laut di bawah permukaan air secara terus menerus.

Syarat snorkel yang baik
Syarat snorkel yang baik antara lain;
  1. Memiliki ukuran yang tidak terlalu panjang dan berdiameter besar.  Hal tersebut akan memudahkan kita mengambil sekaligus menghembuskan udara selama snorkling.
  2. Memiliki elastisitas yang cukup lentur sehingga dapat memberikan kenyamanan pada saat dipakai.

Tambahan  :  Snorkel yang memiliki katup buangan bawah (katup kuras) lebih diutamakan karena sangat memudahkan kita mengeluarkan air yang ada di dalam snorkel

alt


FINS

alt
Apakah fins?
Fins adalah sepatu yang berselaput seperti kaki katak, sehingga biasa disebut juga kaki katak.  Fungsi utama fins adalah menambah efisiensi dan mobilitas kita di dalam air; serta juga menambah laju pergerakan dengan usaha seminimal mungkin.

Syarat fins yang baik
  1. Tidak cacat; serta memiliki bentuk yang kokoh
  2. Sesuai dengan ukuran kaki
  3. Sesuai dengan kebutuhan kita

Perawatan Alat

Setelah kegiatan snorkling berakhir, peralatan yang kita pakai (masker, snorkel, fin, dan boot) perlu dibilas dengan air tawar.  Pembilasan dengan air tawar berguna untuk menghilangkan garam-garam air laut yang melekat sehingga alat-alat berumur panjang.  Setelah dibilas, alat cukup dikeringanginkan saja dan diletakkan di tempat teduh yang terlindung dari sinar matahari. Penjemuran di bawah sinar matahari dapat memperpendek umur alat-alat Anda.
Alat-alat yang telah selesai dibilas dan dikeringkan hendaknya disimpan di tempat yang sejuk dan tidak terhimpit sehingga bentuk dan elastisitas tetap terjaga.

Masalah-masalah yang Umumnya Ditemui Ketika Snorkeling:

    Masker berembun pada saat kegiatan snorkeling


Cara mengatasinya :
1.   Gunakan cairan anti fog (anti embun), atau jika tidak ada, maka gunakan shampoo, sabun, odol, ataupun air liur, pada masker sebelum digunakan.  Penggunaan  (air liur) lebih baik, karena tidak mencemari air laut.
Cara pemberian :  Teteskan sedikit cairan anti fogg/shampoo/sabun/odol/air liur, ke kaca masker bagian dalam, gosokkan ke seluruh kaca masker sampai merata kemudian bilas dengan air laut.  Setelah bilas jangan menyentuh kaca masker bagian dalam lagi.

2.   Lakukan mask-clearing sesering mungkin saat snorkeling.
Cara melakukan :  Masih pada posisi snorkeling, masukkan sedikit air ke dalam masker dengan sedikit membuka bagian atas masker.  Biarkan air masuk ke dalam masker.  Goyangkan masker sehingga air merata membersihkan embun yang ada di dalam masker.  Keluarkan air setelah proses di atas selesai dengan cara menengadahkan masker miring ke atas sekitar 45 0 disertai hembusan nafas lewat hidung.  Agar jelas minta mentor anda memperagakannya sebelum kegiatan snorkeling dimulai.

    Air masuk ke dalam masker

Cara mengatasinya:
1. Lakukan mask-clearing hingga air dalam masker keluar semua
2. Berhenti sejenak, lepaskan masker dan keringkan, kemudian pakai kembali.

    Air masuk ke dalam snorkel

Cara mengatasi:
Hirup udara secara perlahan, kumpulkan pada mulut, lalu hembuskan sekuat-kuatnya. Lakukan beberapa kali hingga air dalam snorkel keluar semua.

    Masker terasa menekan muka

Cara mengatasi:
Hembuskan udara lewat hidung sampai terasa masker  tidak lagi menekan wajah anda. Longgarkan tali masker anda bila dirasakan terlalu kencang.

    Kram

Apabila hal ini terjadi, berhentilah sejenak dari aktivitas hingga kram reda, beritahukan teman anda! Bila kram tak kunjung reda, sebaiknya pertimbangkan untuk menghentikan kegiatan snorkeling yang Anda lakukan.  Untuk pencegahan sebaiknya melakukan pemanasan secukupnya sebelum snorkeling.

    Hipotermia (kedinginan)

Bila ini terjadi, sebaiknya beritahukan teman anda dan segera hentikan kegiatan. Bila dibiarkan berlanjut dapat berakibat fatal yaitu hilangnya koordinasi tubuh sehingga kemungkinan tenggelam makin besar. Segera menuju daratan dan usahakan menghangatkan diri.

     Dehidrasi

Dehidrasi (kehilangan cairan tubuh berlebih) dapat terjadi bila tubuh terlalu lama terkena pancaran sinar matahari.  Tubuh yang mengalami dehidrasi diawali dengan rasa lelah berlebih dan pusing-pusing.  Jika kondisi tersebut terus dibiarkan bisa mengakibatkan pingsan.  Ada baiknya hentikan kegiatan snorkeling, banyak minum air, ataupun oralit secukupnya, dan beristirahat sejenak.


BUDDY SYSTEM

Hal yang tidak kalah penting dalam kegiatan di laut (snorkeling atau pun SCUBA DIVING) adalah Buddy System. Biasakan untuk selalu membawa minimal seorang buddy (pasangan/teman) saat kamu melakukan kegiatan snorkeling. Hal ini untuk mengantisipasi apabila tiba-tiba terjadi sesuatu terhadap kamu (kram perut, kram kaki, hipotermia, dehidrasi, terkena racun biota laut, dll) atau pun apabila kamu mengalami kelelahan, maka ada orang di dekat kamu yang siap menolong. Selain itu, buddy juga berguna untuk berdiskusi tentang keindahan panorama bawah laut yang kamu lihat.


EKOSISTEM LAUT DALAM

BAB I
PENDAHULUAN
A.      Tujuan
1.      Mengetahui  komponen penyusun  ekosistem laut dalam ( baik komponen biotik maupun komponen abiotik)
2.      Mengetahui   interaksi yang terjadi antara factor biotik dan abiotik yang terjadi pada ekositem laut dalam

B.     Latar belakang

Laut dalam merupakan daerah yang tidak pernah diungkapkan dan dijelajahi. Orang banyak mengeksplorasi ke luar angkasa dari pada ke bawah laut. Itulah sebabnya banyak yang tidak meng etahui keajaiban-keajaiban yang ada dilaut.
Di tahun 1960, Bathyscaphe Trieste menuju ke dasar dari Palung Mariana dekat Guam, pada kedalaman 35.798 kaki (10.911 m), titik terdalam di bumi. Jika Gunung Everest ditenggelamkan, maka puncaknya akan berada lebih dari satu mil dari permukaan. Pada kedalaman ini, ikan kecil mirip flounder terlihat.
Kapal selam penelitian Jepang, Kaiko, adalah satu-satunya yang dapat menjangkau kedalaman ini, dan lalu hilang di tahun 2003.
Hingga tahun 1970, hanya sedikit yang diketahui tentang kemungkinan adanya kehidupan pada laut dalam. Namun penemuan koloni udang dan organisme lainnya di sekitar hydrothermal vents mengubah pandangan itu. Organisme-organisme tersebut hidup dalam keadaan anaerobik dan tanpa cahaya pada keadaan kadar garam yang tinggi dan temperatur 149 oC. Mereka menggantungkan hidup mereka pada hidrogen sulfida, yang sangat beracun pada kehidupan di daratan. Penemuan revolusioner tentang kehidupan tanpa cahaya dan oksigen ini meningkatkan kemungkinan akan adanya kehidupan di tempat lain di alam semesta ini..


BAB II
ISI
Laut dalam adalah  bagian dari lingkungan bahari yang terletak di bawah ke dalaman yang dapat diterangi sinar matahari di laut terbuka, dan lebih dalam  dari paparan -  paparan benua ( >200 m) . laut dalam diliputi suasana gelap gulita sepnjang tahun ( Nybakken,1988 :128). Pada ekosistem laut dalam terdapat komponen biotic serta abiotik. Selain itu terdapat interaksi antara komponen biotic dan abiotik tersebut . Kompoen abiotik pada ekosistem laut dalam antara lain :
1.      Suhu
Kecuali di bagian atas zona mesopelagik dimana pada pada waktu dan kondisi tertentu masih ada cahaya matahari, laut dalam gelap gulita sepanjang tmasa ( intensitas cahaya nya sangat rendah ) sehingga fotosintesis tak mungkin berlangsung. Pada laut dalam tidak terdapat produksi primer  ( Nybakken,1988 :133).
2.      Kedalaman
Suatu zonasi dasar yang dapat dilakukan ialah membagi laut menjadi  dua zona yaitu zona bentik ( berasosiasi dengan dasar laut ) dan zona pelagic ( berasosiasi dengan perairan terbuka ) . Karena terdapat perbedaan lingkungan fisik antara kedua zona ini, maka asosiasi organisme di zona ini sangat berbeda. Dewasa ini mungkin fauna bentik  laut dalam lebih dikenal daripada fauna zona pelagic.
Tabel 4.1 Zona Zona Fauna Laut Dalam
Cahaya
Zona Pelagik
Kisaran Kedalaman
Zona Bentik
Kisaran Kedalaman
Ada ( fotik )
Epipelagik
0 – 200 m
Paparan benua atau sublitoral
0 – 200 m
Tidak ada
( afotik )
Mesopelagik
200 – 1000 m  ( ? )
Batial
200 – 400 m ( ? )
Batipelagik
1000 – 4000 m (?)
Abisal Pelagik
4000 – 6000 m (?)
Abisal
4000 – 6000 m ( ? )
Hadal Pelagaik
6000 – 10000 m
Hadal
6000 – 10.000 m
Menurut Hedepth , 1957
Catatan ( ? ) = berubah – ubah.
Menurut Nybakken(1988 :129),fauna bentik dapat dibagi menjadi dua yaitu penghuni zona batial di lereng benua dan penghuni zona abisal yang merupakan zona terluas di dasar laut dalam . Para penghuni palung – palung yang sangat dalam menempati suatu zona yang dinamakan zona hadal ( ultra abisal ).
Di bagian pelagic sebelah atas terdapat suatu zona yang terletak tepat di bawah zona eufotik. Banyak sekali hewan pwnghuni zona di bawah zona eufotik ini yang mengadakan migrasi ke zona eufotik pada malam hari . Zona ini dinamakan zona mesopelagik yang dihuni oleh sejum lah besar spesies hewan yang memiliki mata yang telah berkembang baik dan berbagai organ penghasil cahaya. Kebanyakan spesies ikan penghuni zona mesopelagik berwarna hitam,sedangkan spesies udang berwarna merah. Karena zona ini lebih mudah dicapai dibandingkan dengan zona – zona lainnya , pengetahuan tentang zona ini  juga lebih banyak diketahui . Jumlah organisme penghuni zona mesopelagik rupanya terbanyak\ di antara zona – zona laut dalam lainnya. Zona ini membentang 700 sampai 1000 m dari batas bawah zona eufotik ke arah dasar perairan. Batas bawah nya bergantung pada lokasi perairan, kecerahan, dan factor – factor lain ( Nybakken,1988 :129).
Masih sangat sulit untuk mengadakan zonasi kolom air di bawah zona mesopelagik dan batas bawah palung – palung ( di kedalaman sekitar 6000m ) di bagi menurut Hedgpeth menjadi 2 zona yaitu ( Nybakken,1988 :129) :
a.       Zona batipelagik di bagian atas
b.      Zona abisal pelagic di bawah zona patipelagik.
Batas antara kedua zona ini sangat tidak jelas dan terdapat bermacam – macam pendapat tentang batas kedua zona ini. Dibandingkan dengan zona mesopelagik jumlah individu maupun spesies pada zona batipelagik dan zona abisal pelagic jauh lebih kecil.  Penghuni zona ini cenderung berwarna putih atau tidak berwarna serta memiliki  mata dan organ – organ penghasil cahaya yang rendah tingkat perkembangannnya.Kolom air yang ada di dalam suatu palung dinamakan zona hadal pelagik
3.      Tekanan Hidrostastik
Tekanan hidrostastik  menunjukan kisaran yang terbesar dari semua factor lingkungan laut dalam. Tiap kedalaman bertambah  10 meter akan mengakibatkan meningkatnya tekanan hidrostatik sebesar 1 atm . Karena laut dalam memiliki kedalaman berkisar antara beberapa ratus mete sampai lebih dari 10000 m ( di palung – palung tertentu ) ,tekanan hidrostatik berkisar antara 20 sampai lebih dari 1000 atm. Sebagian besar laut dalam bertekanan hidrostatik antara 200 sampai 600 atm( Nybakken,1988 :133).
Pengaruh tekanan hidrostatik terhadap organisme – organisme laut dalam dapat disimpulkan dari beberapa percobaan terhadap suatu kelompok organisme bahari yang dapat dipertahankan setelah ditangkap di laut dalam yaitu bakteri laut dalam. Dari hsil percobaan yang dilakukan bahwa  bakteri laut dalam berhenti tumbuh dan berkembang biak pada tekanan – tekanan hidrostatik yang rendah , dan aktif tumbuh dengan berkembang  biak dengan  baik pada tekanan – tekanan hidrostatik tinggi, sama dengan tekanan – tekanan hidrostataik pada habitatnya( Nybakken,1988 :133).
Penelitian dari Siebenaller dan Somero menunjukan bahwa  perbedaan tekanan hidrostatik sebesar 100 atm atau bahkan lebih kecil , dapat mengubah sifat – sifat fungsional enzim – enzim – enzim yaitu dapat mengubah kemampuan enzim – enzim untuk mengikat subatrat yang tepat dan merubah kecepatan reaksi pengikatan ini( Nybakken,1988 :135).
Penelitian bahkan telah membuktikan bahwa tekanan sangat mempengaruhi morfologi sel, termasuk kemampuan membentuk kumparan mitotic dan melangsungkan mitosis. Bukti – bukti yang diperoleh melalui berbagai percobaan membuktikan dengan menggunakan bermacam- macam hewan laut dalam sangat dipengaruhi oleh tekanan hidrostatik dan bahwa tekanan hidrostastik mungkin sangat penting dalam menentukan pola distribusi hewan laut dalam( Nybakken,1988 :136).


4.              Salinitas
Salinitas pada kedalaman 100 m pertama , dapat \dikatakan konstan ( walaupun terdapat sedikit perbedaan – perbedaan , tetapi tidak mempengaruhi ekologi secara nyata.
5.             Suhu
Menurut  Nybakken (1988 :136) ,termoklin merupakan daerah dimana suhu air cepat berubah dengan berubahnya kedalaman laut ialah suatu daerah peralihan yang terletak antara masa air permukaan dengan masa air dalam . Tebal termoklin berkisar antara beberapa ratus meter sampai hampir 1 kilometer. Semakin dalam suhu semakin turun, tetapi laju perubahan nya lebih lambat draipada daerah termoklin. Pada kedalaman 3000 – 4000 m, massa air dapat dikatakan isothermal Dengan kata lain suhu tidak berubah – ubah untuk jangka waktu yang panjang.( tidak terdapat perubahan – perubahan suhu musiman maupun tahunan).
6.             Oksigen
Hal yang aneh pada kadar oksigen di laut dalam adalah adanya suatu zona oksigen minimum yang terletak antara kedalaman 500 dan 1000 m. Di bawah maupun di atas zona ini , kadar oksigen lebih tinggi. Dalam zona oksigen minimum, kadar oksigen mungkin kurang dari 0,5ml/liter. Terjadinya zona oksigen minimum di kedalaman antara 500  dan 1000 m dan bukan di kedalaman – kedalaman yang lebih dalam ialah karena di kedalaman melebihhi 1000 m kepadatan organisme demikian rendahnya sehingga kadar oksigen di sini tidak nyata menurun. Sebaliknya di kedalaman antara 500 sampai 1000 kepadatan organisme tinggi . Di kedalaman – kedalaman kurang dari 500m, kadar oksigen cukup tinggi sekalipun biomasa organisme tinggi , karena adanya cadangan oksigen dari atmosfer dan hasil samping fotosintesis tumbuhan  ( Nybakken ,1988 :136)
7.    Pakan
Letak laut dalam yang jauh dari zona fotosintetik dan di dalam nya tidak berlangsung produksi primer , kecuali di daerah - daerah tertentu dimana terdapat bakteri kemiosmotik. Karena populasi organisme di lapisan atas laut dalam sangat padat , sangat kecil kemungkinan bahwa masih adanya pakan ynag tenggelam hingga mencapai laut dalam . Langkanya pakan di laut dalam mungkin merupakan penyebab rendahnya kepadatan organisme penghuni laut dalam .Tanpa adanya energy dalam jumlah besar yang berasal dari pakan , tidak mungkin sejumlah besar organisme dapat  bertahan hidup( Nybakken ,1988 :138)
.
Di laut dalam terdapat berbagai jenis sumber pakan antara lain :
  Sumber pakan ynag langsung dapat dimanfaatkan sebagai pakan
a.              bermacam organisme laut dalam yang menghabiskan masa awal hidupnya atau stadium larvanya di zona fotik untuk kemudian bermigrasi di laut dalam dimana ia kan menjadi mangsa para predator
b.             mamalia bahari dan ikan mati yang tenggelam ke laut dalam dan sampai disana sebelum dimakan seluruhnya oleh organisme – organisme penghuni zona – zona perairan di atas laut dalam
  Sumber pakan ynag tidak bisa dimanfaatkan secara langsung ( baru bisa dimanfaatkan setelah diuraikan oleh bakteri antara lain :  sisa – sisa tubuh hewan dan tumbuhan ynag tidak tercernakan ( kitin, kayu , selulosa ).
  Sumber pakan ynag potensial
Ialah bahan – bahan organik yang larut atau berbentuk koloid dan bahan – bahan yang berasal dari plankton dan berbentuk gelatin . Dewasaini belum diketahui pentingnya bahan – bahan ini sebagai pakan.

Kelangkaan pakan merupakan penyebab rendahnya kepadatan organisme laut dalam .
Di laut dalam juga terdapat makhluk hidup yang tidak bergantung pada material organik terlarut sebagai makanan mereka. Jenis makhluk hidup tersebut hanya ditemukan di sekitar hydrothermal vent. Lubang hidrotermal, misalnya, adalah suatu habitat laut-dalam tempat menyemburnya cairanpanas dari habitat dasar laut. Semua ini ditemukan di pegunungan laut pertengahan tempat lempeng tektonik Bumi bercabang .
 Gambar Hydrotermal vent
Sebagai contoh adalah hubungan simbiotik antara cacing tabung Riftia dengan bakteri kemosintetik. Kemosintesis yang mendukung kehidupan komunitas kompleks tersebut dapat ditemukan di sekitar hydrothermal vent. Komunitas ini adalah satu-satunya komunitas di planet ini yang tidak bergantung pada keberadaan cahaya matahari.
Bagian – bagian cacing tabung:
 Trofosom – Organ hijau-cokelat tua ini bertekstur seperti spons, dan mengandung bakteri yang menggunakan oksigen, karbon dioksida, dan hidrogen sulfida untuk membuat makanan mereka sendiri maupun untuk cacing, pastikan untuk menyertakan benda tertentu sebagai bakteri.
• Gudang – Di sinilah tempat limbah disimpan, karena cacing tabung tidak punya mulut, perut, usus, ataupun anus.
Tabung – Ini silinder berongga yang keras, dan melindungi cacing seperti kulit hewan lainnya. Tentakel dapat ditarik seluruhnya ke dalam cacing untuk menghindari predator.
Opistosom – Organ ini (seperti vestimentum) menghasilkan bahan baru untuk tabung dan membantu menahan cacing tetap berada di dalam tabungnya.  
Fitur yang sangat jelas pada cacing tabung adalah baunya. Salah satu zat kimia yang digunakan oleh bakteri kemosintetik adalah hidrogen sulfida, yang membuat telur busuk berbau begitu khas

Adaptasi
Karena hidup pada laut dalam yang memiliki karakterisrik seperti tersebut di atas maka  organisme ( fauna) laut dalam  menyesuaikan diri dengan berbagai macam adaptasi antara lain :
Organisme yang hidup pada zona abisal dan batial sering tidak berwarna atau berwarna putih  kotor , dan tampaknya tidak berpigmen ( khususnya hewan – hewan bentik ).  Karakteristik fauna laut dalam :
    Mata yang besar
Mata yang besar akan memberikan kemampuan maksimum untuk mendeteksi cahaya di dalam laut dalam yang intensitas cahaya nya sangat rendah dan mungkin diperlukan pula untuk dapat mendeteksi cahaya berintensitas rendah yang dihasilkan oleh organ – organ penghasil cahaya. Ikan – ikan pada laut dalam juga memiliki penglihatan senja yang sangat peka karena adanya pigmen rodopsin dan tingginya kepadatan batang retina.
    Tidak bermata
Pada zona laut dalam yang terdalam  lebih dari 2000 m ( abisal pelagic dan hadal pelagic ) ikan – ikan yang hidup disitu memiliki mata yang sangat kecil bahkan tidak bermata karena hidup di lingkungan yang gelap gulita bahkan mata tidak ada guna nya.

    Mata berbentuk pipa tubuler
Mata ikan ikan dari beberapa family berbentuk silinder pendek berwarna hitam dengan sebuah lensa tembus cahaya berbentuk setengah lingkaran di puncak silinder .tiap mata mempunyai 2 retina ( yang satu di pangkal silinder sedangkan yang lainnya di dinding silinder ). Retina di pangkal silinder fungsinya untuk melihat obyek obyek yang dekat sedang yang terdapat di dinding silinder untuk melihat obyek – obyek yang jauh.
    Memiliki mulut yang besar
Ikan laut dalam memiliki mulut yang besar , relative lebih besar daripada ukuran tubuh nya , dibandingkan dengan ikan penghuni habitat bahari lainnya. Dalam  mulut ikan laut dalam terdapat gigi – gigi yang panjang melengkung ke arah tenggorokan ( gigi-gigi ini menjamin bahwa apa yang tertangkap tidak akan keluar lagi dari mulut . Mulut dihubungkan dengan tengkorak oleh suatu engsel yang memungkinkan ikan membuka sangat lebar daripada tubuhnya , sehingga memungkinkan untuk menelan mangsa yang lebih besar daripada tubuhnya. Hal tersebut dilakukan sebagai adaptasi terhadap langkanya pakan di laut dalam.
    Giagantisme abisal
Kelompok – kelompoak invertebrate tertentu khususnya amfipoda ,isopoda , ostrakoda,misid, dan kopepoda berukuran jauh lebih besar daripada kerabat – kerabat mereka yang hidup dalam perairan – perairan yang dangkal. Keadaan dimana ukuran  membesar dengan meningkatnya kedalaman . Hewan yang berukuran besar lebih mobile serta mampu menjelajahi wilayah yang luas dalam mencari pasangan bagi keperluan reproduksi dan memperoleh makanan.. Jangka  hidup  yang panjang juga berarti bahwa periode dewasa seksual juga panjang , sehingga cukup waktu untuk mencari pasangan bagi kepentingan reproduksi.
     Kandungan air  dalam jaringan jaringan tubuh ikan dan krustasea meningkat seiring dengan meningkatnya kedalaman sedangkan kadar lipid dan protein menurun
Bioluminesens di laut dalam
Bioluminesens adalah produksi cahaya oleh orgnisme yang hidup.Mekanisme produksi cahaya tidak hanya dilakukan oleh hewan terrestrial namun juga dilakukan oleh hewan aquatic.Spektrum warna ynag dihasilakn berbeda menurut spesies namun secara keseluruhan warna warna yang dihasilkan dari ungu sampai merah. Organ penghasil cahaya disebut fotofor. Khusus pada ikan , cumi – cumifotofor terdapat dalam jumlah yang besar.Hewan yng memiliki fotofor paling banyak terdapat di bagian atas laut dalam, yaitu zona mesopelagik dan bagian atas zona batipelagik. Di bagian terdalam dari laut dalam jarang ditemukan bioluminesens                   ( Nybakken,1988 :149 )  .
Fungsi fotofor antara lain ( Nybakken,1988 :151 )  :
    Melumpuhkan sejenak predator . hal ini dapat terjadi karena fotofor menghasilkan  suatu cahaya kilat yang menyilaukan
    Sebagai umpan agar organisme yang dimangsa mendekat sampai jarak jangkau terkaman seekor predator
    Menerangi daerah sekelilingnya sehingga suatu predator dapat melihat mangsanya.

Organisme – Organisme laut dalam
Organisme – organisme laut dalam menunjukan adaptasinya terhadap karakteristik laut dalam ( bertekanan besar, sushu ekstrem, langkanya makan, suasana gelap gulita ).Contoh adaptasi – adaptasi tersebut dapat kita lihat dari contoh organisme yang hidup pada laut dalam antara lain :
1.     

Viperfish

Viperfish ( ditemukan di zona mesopelagik pada  kedalaman 80 – 1600 meter ) merupakan  ikan yang terlihat seperti monster laut yang kejam. Beberapa dari mereka berwarna hitam saat malam dengan organ cahaya ( yang disebut dengan photophores ). Fotofor terletak pada salah satu tempat strategis pada tubuhnya.  Beberapa viperfish  dan banyak spesies ikan laut dalam lainnya tidak memiliki pigmen sehingga semua nya transparan.Mereka juga memiliki mata yang besar untuk mengumpulkan cahaya dari daerah yang sangan minim cahaya. Organ penghasil cahaya dari hewan laut mengahsilkan cahaya karena bioluminescen.

2.     
Fangtooth

Fangtooth atau Anoplogaster cornuta hidup pada kedalaman 16 feet . Meskipun terlihat seperti monster, hanya tumbuh sampai 6 inchi panjangnya, memiliki body yang pensek dan kepala yang besar. Anoplogaster cornuta disebut juga fangtooth karena memiliki taringyang panjang , tajam , serta ggi – gigi lain yang menyerupai taring dalam jumlah yang banyak dan mulut yang besar.
Warna dari fangtooth dewasa berkisar antara coklat gelap hingga hitam. Sedangkan fangtooth muda berwarna abu –abu cerah. Tekanan pada kedalaman 16 feet sangat lah tinggi , air juga hampir membeku, makanan juga sangat langka sehingga fangtooth akan memakan apa saja yang dapat ia temukan. Fangtooth  ditemukan hampir ditemukan di seluruh laut dalam di dunia termasuk di daerah tropis.
3.      Dragonfish
Ikan naga ( dragonfish ) atau Grammatostomias flagellibarba,adalah predator buas meskipun berukuran kecil. Dragonfish memiliki kepala yang besar , mulut yang dilengkapi dengan gigi yang menyerupai taring yang tajam. Ikan ini mampu tumbuh hingga panjangnya 6 inchi.Ikan naga (n dragonfish ) memiliki photophores di sepanjang sisi tubuhnya. Organ penghasil cahaya inilah yng digunakan  sebagai tanda kepada dragonfish lainnya selama kawin selain itu digunakan pula untuk menarik perhatian mengsanya . Dragonfish hidup pada kedalaman 5000 feet ( 1500 ) meter dan ditemukan pada laut tropis.

4.      Angler (Melanocetus johnsoni )


 Angler atau Melanocetus johnsoni, memiliki badan yang berbentuk seperti bola basket. . Melanocetus johnsoni memiliki mulut yang lebar dengan gigi yang menyerupai taring yang tajam. Melanocetus johnsoni hanya tumbuh hingga panjang 5 inchi. Melanocetus johnsoni diberi julukan angler karena ikan tersebutmemiliki tulang belakang yang panjang dan pada ujungnya terdapat photophores ( yang memproduksi cahaya ). Fakta yang naeh dari ikan ini adalah bahwa ikan yang jantan lebih kecil  dari iakn betina dan memiliki gigi kait yang kecil yang digunakan untuk menempel pada ikan betina. Ketika menempel maka pembuluh darah iakn jantan akan menyatu dengan pembuluh darah ikan betina. Ikan jantan seperti parasit, karena mendapat seluruh nutrisi nya dari ikan betina. Apabila ikan jantan tidak mampu menempel pada betina maka ia akan mati kelaparan. Melanocetus johnsoni ditemukan pada kedalaman lebih dari 3000 feet.
5.     

Gulper Eel  (Eurypharynx pelecanoides)

Gulper Eel atau nama latinnya  Eurypharynx pelecanoides merupakan salah satu makhluk teraneh yang hidup di laut dalam. Mulut dari ikan ini sangat lebar sehingga dapat memangsa hewan yang lebih besar dari nya.  Perut iakn ini juga dapat meregang untuk mengakomodasi makanan  yang besar.Selain itu  Eurypharynx pelecanoides juga memiliki ekor yang panjang . Ikan jenis ini ditemukan hampir di seluruh laut di dunia pada kedalaman 3000- 6000 kaki

6.             Architeuthis dux
Architeuthis dux, merupakan salah satu dari hewan terbesar di bumi dengan panjang mencapa 60 kaki sehingga    Architeuthis dux  sekaligus menjadi avertebrata terbesar di dunia. Architeuthis dux  masuk ke dalam kelas cephalopoda  filum molluska dan merupakan hewan karnivora ( kan memakan apa saja yang dapat ditangkap ).

7. Harriotta raleighana

Harriotta raleighana dapat mencapai 5 feet panjangnya . Ikan jenis memiliki belati kecil seperti hidung yang mengingatkan pada salah satu kontur hidung pesawat jet supersonik. Harriotta raleighana memiliki racun pada bgaian pertama tulang belakang nya  yang dapat membunuh manusia. Ikan ini hidup pada kedalaman 8000 kaki.

7.       Coffinfish

B.melanostomus  memiliki badan yang lembek dan ekor yang panjang yang ditutupi oleh duri – duri kecil. Spesies ini dapat tumbuh hingga panjang minimal 10 cm. B.melanostomus  hidup pada kedalaman 1320 m sampai 1760 m. Nama B.melanostomus   diambil dari  bahasa yunani melanos yang berarti hitam dan stoma yang berarti mulut.
9. Bathynomus giganteus


Isopoda raksasa atau yang di kenal dengan nama ilmiah Bathynomus giganteus merupakan salah satu anggota dari family isopoda Hewan ini dapat mencapai panjang hingga 16 inchi . Bathynomus giganteus merupakan krustasea karnivor yang beradaptasi untuk memakan apasaja yang jatuh dasar laut selain itu ia juga memakan beberapa  invertebrate kecil yang hidup pada kedalaman 2000 kaki.
10.         Vampyroteuthis infernalis

Tabel Beberapa jenis binatang eribatik serta kedalaman darimana mereka diambil.
Porifera
Tenea murikata
30 sampai 3440 meter
Stilokordila borealis
2 sampai 3000 meter
Tantorium semisuberites
26 sampai 2970 meter
Polikheta
Lumbrikonereis impasiens
Sekurang – kurangnya sampai 3000 meter
Glisera ruksi
Sekurang – kurangnya sampai 3000 meter
Notomastus lateriseus
Sekurang – kurangnya sampai 3000 meter
Hidroides norvegika
Sekurang – kurangnya sampai 3000 meter
Pomatoseros
5 sampai 3000 meter
Amfikteis guneri
20 sampai 5000 meter
Siripedia
Veruka stromia
Litoral sampai 300 meter
Kumasea
Diastilis levis
9 sampai 2980 meter
Edorela trunkatula
9 sampai 2980 meter
Isopoda
Antarturus furkatus
10 sampai 3010 meter
Lamelibrankiata
Limopsis aurita
38 sampai 3175 meter
Astarte sulkata
10 sampai 2000 meter
Skrobikularia longikalus
36 sampai 4400 meter
Gastropoda
Neptunea kurta
8 sampai 2580 meter
Neptunea islandika
 30 sampai 3000 meter
Pungturela noakhina
 8 sampai 2000  meter
Sisulera krispata
12 sampai 2300  meter
Natika grunlandia
3 sampai 2300  meter
Natika afinis
6 sampai 2600 meter
Skafander pungtostriatus
35 sampai 2800 meter
Asteroidea
Psedarkhaster pareli
15 sampai 2500 meter
Henrisia sanguinolenta
0 ampai 2450 meter
Ofiuroidea
Ofiakanta bidentata
5 sampai 4400 meter
Ofiofolis akuleata
0 sampai 2450 meter
Ofiura sarsi
10  sampai 3000 meter
Ofiokten seriseum
5 sampai 4500 meter
Ekhinoidea
Ekhinokardium austral
0 sampai 4900 meter
Holoturoidea
Mesoturian intestinalis
20 sampai 2000 meter

Dari Ekman S.1953. Zoologi dari lautan.Sidgwick& Jackson,Ltd.London dalam (  Mc . Connaughey, Bayar dan Robert Zottoli. 1983,412 )