I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengertian pencemaran linkungan
menurut pengertian hokum,dapat dikemukakan sebagaimana yang terdapat dalam
UUPLH No 4 Tahun 1982. Dalam pasal 1 butir 7 disebutkan sebagaiberikut:
“Pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukannya makhluk hidup,zat,energi,dan atau komponen lain kedalam lingkungan dan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh proses alam,sehingga kualitas lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya”
“Pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukannya makhluk hidup,zat,energi,dan atau komponen lain kedalam lingkungan dan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh proses alam,sehingga kualitas lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya”
OCED (Organization foe Economic
Cooperation and Development) pada The Conclution of the First Meeting a
ministerial Level of the Environmental Committee of the OECD, November 1974
mendefinisikan pencemaran sebagai berikut : Internasional Pencemaran di laut
seperti Konvensi 1954, 1962, 1973, Konfrensi Menteri-menteri OECD,Konfrensi
Hukum Laut III (UNCLOS III), dan lain-lain.
Kamus pencemaran
Pada umumnya,
pengeboran minyak bumi di laut menyebabkan terjadinya peledakan (blow aut) di
sumur minyak. Ledakan ini mengakibatkan semburan
minyak ke lokasi sekitar laut, sehingga menimbulkan pencemaran. Ketika minyak masuk ke lingkungan
laut, maka minyak tersebut dengan segera akan mengalami perubahan secara fisik
dan kimia. Diantara proses tersebut adalah membentuk lapisan (slick formation),
menyebar (dissolution), menguap (evaporation), polimerasi (polymerization),
emulsifikasi (emulsification), emulsi air dalam minyak ( water in oil emulsions
), emulsi minyak dalam air (oil in water emulsions), foto oksida, biodegradasi
mikorba, sedimentasi, dicerna oleh plankton dan bentukan gumpalan.
Hampir semua tumpahan minyak di
lingkungan laut dapat dengan segera membentuk sebuah lapisan tipis di
permukaan. Hal ini dikarenakan minyak tersebut digerakkan oleh pergerakan
angin, gelombang dan arus, selain gaya gravitasi dan tegangan
permukaan. Beberapa hidrokarbon minyak bersifat mudah menguap, dan cepat
menguap. Proses penyebaran minyak akan menyebarkan lapisan menjadi tipis serta
tingkat penguapan meningkat.
Minyak tidak dapat larut di
dalam air, melainkan akan mengapung di atas permukaan air, bahan buangan cairan
berminyak yang di buang ke air lingkungan akan mengapung menutupi permukaan
air. Kalau bahan buangan cairan berminyak mengandung senyawa yang volatile maka
akan terjadi penguapan dan luar permukaan minyak yang menutupi permukaan air
akan menyusut. Penyusutan luas permukaan ini tergantung pada jenis minyaknya
dan waktu lapisan minyak yang menutupi permukaan air dapat juga terdegradasi
oleh mikroorganisme tertentu, namun memerlukan waktu yang cukup lama.
Lapisan minyak di permukaan air
lingkungan akan mengganggu kehidupan organisme dalam air. Hal ini disebabkan
oleh Lapisan minyak pada permukaan air akan menghalangi difusi oksigen dari
udara ke dalam air sehingga jumlah oksigen yang terlarut di dalam air menjadi
berkurang. Kandungan oksigen yang menurun akan mengganggu kehidupan hewan air.
Adanya lapisan minyak pada permukaan air juga akan menghalangi masuknya sinar
matahari ke dalam air sehingga fotosintesis oleh tanaman air tidak dapat
berlangsung. Akibatnya, oksigen yang seharusnya dihasilkan pada proses
fotosintesis tersebut tidak terjadi. Kandungan oksigen dalam air jadi semakin
menurun. Tidak hanya hewan air saja yang terganggu akibat adanya lapisan minyak
pada permukaan air tersebut, tetapi burung air pun ikut terganggu karena
bulunya jadi lengket, tidak bisa mengembang lagi terkena minyak. Selain dari
pada itu, air yang telah tercemar oleh minyak juga tidak dapat dikonsumsi oleh
manusia karena seringkali dalam cairan yang berminyak terdapat juga zat-zat
yang beracun, seperti senyawa benzene, senyawa toluene dan lain sebagainya.
Menurut Benny 2002, pencemaran minyak
dilaut berasal dari :
1.
Operasi Kapal
Tanker
2.
Docking (
Perbaikan / Perawatan Kapal)
3.
Terminal
Bongkar Muat Tengah Laut
4.
Tanki Ballast
dan Tanki Bahan Bakar
5.
Scrapping Kapal
(pemotongan badan kapal untuk menjadi besi tua)
6.
Kecelakaan
Tanker (kebocoran lambung, kandas, ledakan, kebakaran dan tabrakan)
7.
Sumber di Darat
(minyak pelumas bekas, atau cairan yang mengandung hydrocarbon (perkantoran
industri)
8.
Tempat Pembersihan (dari limbah
pembuangan Refinery )
B. Tujuan
1.
Mengetahui dampak pengeboran lepas
pantai
2. Mengetahui asal pencemaran minyak dilepas
pantai
3.
Mengetahui limbah pencemaran yang
dihasilkan dari pengeboran lepas pantai
II. LIMBAH HASIL PENGEBORAN MINYAK DI
LAUT
A.
Teknologi Pengeboran Minyak di
Laut
Teknologi
yang digunakan, dan peralatan pendukung yang diperlukan sehingga pengeboran
minyak dan gas dapat dilakukan dengan efektif. Pelaksanaan kegiatan
pertambangan migas di lepas pantai atau Offshore pada umumnya
dibagi menjadi 2(dua) tahap operasi utama yaitu tahap eksplorasi, eksploitasi
(produksi). Eksplorasi merupakan tahap pencarian sumber-sumber migas di perut
bumi. Berkembangnya teknologi satelit, seismik, microprocessor, dan bahan
peledak memberikan pengaruh yang luar biasa terhadap peran para geologist dan
kemudian geophysist dalam memprediksi sumber-sumber migas. Dalam operasi ekplorasi
di offshore diperlukan berbagai jenis kapal seperti kapal survei seismik, drilling
ship, drilling rigs, kapal suplai dan kapal Penunjang lainnya (crew
boat).
Pada saat
tanda-tanda keberadaan sumber migas dapat dibuktikan secara meyakinkan, dan
dievaluasi memiliki nilai ekonomis yang cukup untuk dimanfaatkan, maka
selanjutnya operasi migas akan memasuki tahap ekploitasi. Pada tahap
Eksploitasi offshore, baik pemerintah sebagai pihak regulator/ pemegang kuasa
pertambangan dan pihak investor akan dihadapkan pada suatu pilihan tentang
metode dan fasilitas apa yang akan digunakan dalam proses pengangkatan migas ke
permukaan bumi dan pengolahannya sebelum dipasarkan. Pada kondisi laut dalam,
biasanya pilihan akan ditujukan pada berbagai jenis fasilitas terapung (Floaters). Di
dalam proses tersebut, pemilihan fasilitas akan bergantung pada kedalaman laut,
kondisi operasi, ukuran dan umur reservoir sumber migas, jarak dari pembeli
migas, ukuran kapal tanker penerima, faktor safety, dan keekonomian. Berikut
adalah beberapa jenis floater dengan berbagai keunggulan dan kekurangannya.
Gambar 2. Beberapa Jenis Fasilitas
Migas Terapung
No
|
Fasilitas
Floaters
|
Fungsi
|
1.
|
Drilling Barges
|
Digunakan untuk pemboran di laut
dangkal atau sungai. Tidak mempunyai penggerak sendiri, sehingga bergerak
dengan dukungan Tugboat. Drilling Barges biasanya dilengkapi dengan akomodasi
dan flat top hulls untuk penyimpanan peralatan.
|
2.
|
Submersible Rigs
|
Digunakan untuk pemboran di laut
dangkal, merupakan suatu flat platform yang ditopang oleh dua lambung untuk
memberikan buoyancy (gaya angkat). Keuntungannya pada posisi terbenam
memberikan kondisi yang stabil pada saat pemboran.
|
3.
|
Semi submersible Rigs
|
Sangat umum digunakan pada operasi
pemboran di laut dangkal, disangga oleh rantai jangkar, dan dapat dengan
mudah dipindahkan ke lokasi lain.
|
4.
|
Drilling Ships
|
Digunakan untuk pemboran di laut
dalam, pada saat beroperasi, posisi dipertahankan dengan teknologi dynamic
positioning menggunakan satelit.
|
5.
|
Tension Leg Platforms (TLP)
|
TLP biasanya digunakan pada
pemboran di laut dalam, merupakan platform terapung yang disangga oleh baja
hollow dan terpancang di dasar laut sebagai tendon. Hal ini dapat menjaga
stabilitas kapal konstan dari gaya pasang surut dan gelombang air laut.
|
Tabel 1. Fasilitas Migas Terapung dan penggunaanya.
Disamping berbagai fasilitas
terapung diatas, kegiatan eksploitasi migas juga memerlukan keberadaan
kapal-kapal pendukung untuk menjamin kelancaran dan keamanan operasi di
lapangan, termasuk dukungan peralatan logistik. Sistem pendukung dan perbekalan
ini akan diperlukan sejak awal pada saat penempatan pertama dari platform
rig pemboran, hingga pada akhir waktu pembongkaran dan pada pemasangan
dan pemeliharaan sistem produksi yang diperlukan. Sistem pedukung merupakan
suatu armada kapal-kapal khusus, yang terdiri dari kapal suplai (Supply
Vessel), kapal Anchor Handling, Tug, and Supply (AHTS),
kapal Crew Boat, kapal konstruksi (Crane Barge), Pipe Laying
Barge, Cable Laying Barge, kapal pemadam kebakaran (Fire Fighting Vessel),
Kapal Pandu, dsb.
Gambar
3. Fasilitas Penunjang Operasi di Laut
Teknologi
lepas pantai khususnya laut dalam (Deepwater) telah berkembang dengan
pesat, peralatan yang digunakan saat ini adalah peralatan dengan teknologi yang
mutakhir. Walaupun secara konseptual peralatan dan dan metode yang dipergunakan
di operasi pemboran lepas pantai sama dengan yang dipakai di darat, namun secara
actual dapat ditemukan banyak perbedaan-perbedaannya. Perbedaan ini datang dari
kondisi khas lingkungan laut dan faktor-faktor tidak tetap lainnya, dan setiap
aspek menjadi semakin berarti karena proses yang diperlukan sejak penemuan
pertama sumber migas sampai dimulainya tahap produksi memerlukan waktu sekitar
5-10 tahun. Disamping itu setiap aspek mempengaruhi besaran biaya keseluruhan
proses, sehingga semakin dalam lautnya, semakin canggih teknologi yang
digunakan, maka biaya operasional yang diperlukan juga akan semakin besar.
Gambar 4. Skema Operasi Migas Laut
Dalam
Gambar
diatas menunjukkan suatu skema sederhana operasi produksi migas offshore dimana
aliran fluida migas dari kepala sumur (wellheads) dialirkan keatas permukaan
laut melalui jaringan pipa bawah laut (flexible flowlines), dan jaringan pipa
riser (flexible risers). Fasilitas penerima di atas permukaan laut dapat berupa
fasilitas proses maupun penampung yang dapat terdiri dari berbagai jenis
kapal Floating Production Storage and Offloading (FPSO), Floating
Storage Offloading (FSO), Mobile Production Unit (MoPU), Floating Production
Unit (FPU), dan khusus untuk laut dalam/ Deepwater diperlukan
beberapa jenis peralatan khusus/ Platform khusus seperti Fixed
Platform, Compliant Tower, Tension Leg Platform(TLP), SPAR,
FPSO, atau Semi-Submersible
(Gambar 2)
Hampir
semua peralatan yang digunakan diatas masih didatangkan dari luar negeri.
Dimasa mendatang dengan meningkatnya kebutuhan akan produksi migas nasional
sebagai salah satu penyumbang terbesar devisa negara dan mengingat besarnya
resiko dan investasi yang diperlukan, maka Indonesia dalam mengelola kegiatan
lepas pantai khususnya laut dalam (deepwater) memerlukan suatu perencanaan
jangka panjang dalam mempersiapkan ketersediaan sumber daya manusia yang handal
(SDM), kesiapan teknologi, peralatan dan industri pendukung yang memadai.
Pengembangan sumber daya manusia
untuk teknologi laut dalam (deepwater) mencakup beberapabidang yang cukup luas
dan multi disiplin, seperti penguasaan terhadap teknologi desain, rekayasa
(engineering), pengadaan (procurement), konstruksi, instalasi,
maupun services. Disamping kekurangan akan tenaga kerja ahli di
bidang laut dalam, secara nasional industri pendukung di sektor kelautan kita
juga masih memiliki banyak kekurangan, terutama berkaitan dengan penguasaan
teknologi, ketersediaan material produksi nasional, maupun jumlah galangan
nasional yang mampu bersaing dalam hal Quality, Cost, Delivery,
dan Safety (QCDS).
Dari
uraian di atas dapat kita ambil beberapa kesimpulan bahwa saat ini kegiatan
pertambangan migas cenderung mengarah pada daerah lepas pantai khususnya laut
dalam (Deepwater) dan untuk dapat meningkatkan peran serta pendapatan nasional
maka diperlukan pengembangan sumber daya manusia secara berkesinambungan, dan
pengembangan industri pendukung berbasis kelautan, sehingga dengan ditunjang
kondisi perekonomian dan hukum yang kondusif, serta dan kebijakan pemerintah
yang menunjang hal tersebut, maka kita akan dapat dengan optimal memanfaatkan
sumber daya migas khususnya dari laut untuk kepentingan seluruh rakyat
Indonesia.
B.
Sarana Dan Prasarana
Pengeboran lepas pantai bisa
dilakukan dengan 3 jenis "kendaraan" atau drilling rig, tergantung
pada kedalaman air di tempat tsb:
1. Untuk kedalaman 7 - 15 ft (laut dangkal) biasanya dipakai rig jenis "swamp barge". Caranya yaitu dengan memobilisasi rig ke lokasi sumur, setelah itu rig "ditenggelamkan" dengan cara mengisi ballast tanksnya dengan air. Setelah rig "duduk" di dasar dan "spud can" nya menancap di dasar laut, baru proses pengeboran bisa dimulai. Untuk mencegah rig terdesak arus laut yang kadang-kadang kuat, biasanya posisi rig distabilkan dulu dengan cara mengikatkan rig pada tiang2 pancang di sekitarnya, sebab apabila tidak stabil dan posisi rig tergeser oleh arus, hal ini bisa menimbulkan masalah yang serius, terutama sumur.
1. Untuk kedalaman 7 - 15 ft (laut dangkal) biasanya dipakai rig jenis "swamp barge". Caranya yaitu dengan memobilisasi rig ke lokasi sumur, setelah itu rig "ditenggelamkan" dengan cara mengisi ballast tanksnya dengan air. Setelah rig "duduk" di dasar dan "spud can" nya menancap di dasar laut, baru proses pengeboran bisa dimulai. Untuk mencegah rig terdesak arus laut yang kadang-kadang kuat, biasanya posisi rig distabilkan dulu dengan cara mengikatkan rig pada tiang2 pancang di sekitarnya, sebab apabila tidak stabil dan posisi rig tergeser oleh arus, hal ini bisa menimbulkan masalah yang serius, terutama sumur.
2. Untuk kedalaman 15 - 250 ft, biasanya digunakan jack-up rig (biasanya berkaki 3 atau 4, dan ada yang type independent legs dengan spud can di masing2 leg atau ada juga yang non-independent leg dengan type "mat foundation" seperti fondasi telapak). Kaki rig dengan type mat foundation ini biasanya dipakai di daerah2 laut yang mempunyai soft seabed (dasar laut yang empuk sehingga dengan kaki rig type mat amblesnya tidak terlalu dalam). Rig type jack up bisa digunakan untuk ngebor sumur2 explorasi maupun development (pengembangan). Tahapan yang paling critical adalah pada saat rig move-in mendekati platform, karena rig harus mendekati platform pada jarak tertentu. Kalau kebablasan, rig bisa nabrak plarform dan bisa menyebabkan kerusakan yang significant. Jarak antara rig dan platform sudah ditentukan sesuai design agar rig floor dan derrick yang berada di cantilever deck itu bisa di geser2 (skidding) sehingga mencapai semua well slot yang ada di platform tsb. Satu platform bisa berisi 4, 6, 9, 12 atau lebih well slots tergantung besarnya platform. Untuk approaching platform tsb biasanya rig dipandu oleh 2 atau 3 towing boats, dan di-support dengan 2 atau 4 anchor yang ada di rig. Setelah rig dikunci pada final position, barulah kaki2 rig diturunkan dan diberi "beban awal" atau preload dengan cara mengisi tanki2 dengan air. Rig hull nya sendiri hanya dinaikkan sedikit di atas muka laut sampai kaki2 rig itu tidak ambles lagi pada saat 100% preload. Biasanya setelah 3 jam preload test dan rig stabil, "beban awal" itu dibuang dan rig bisa di jack-up sampai pada ketinggian tertentu untuk drilling mode position di atas platform. Di area BP West Java, leg penetration berkisar antara 25 - 50 ft untuk Arjuna dan Arimbi Field, akan tetapi di Bima Field (daerah Zulu dan sekitar kepulauan Seribu), leg penetrationnya bisa > 100ft karena seabednya yang sangat soft (empuk). Pada kasus deep leg penetration, sering repotnya nanti pada saat rig mau demo.
3. Untuk laut dalam (>250 ft), digunakan drillships (floater) atau semi-submersible. Drilling rig type floaters biasanya dipakai untuk ngebor sumur2 explorasi karena praktis rig jenis ini gak bisa "nempel" di platform untuk ngebor sumur2 development. Untuk rig jenis ini, biasanya dilengkapi dengan 8 anchor / jangkar, yang tersebar di sekeliling rig. Setelah rig berada di posisi sumur, semua jangkar di-deployed dan di "pretension" sampai dengan 300,000lbs untuk setiap jangkar. Bila jangkar tsb slip pada saat pretension, bisa ditambahkan "piggy back anchor" di belakang jangkar utama. Sama halnya dengan 'preloading' pada type rig jack up, 'pretension' selama mooring operations inipun sangat penting di lakukan pada rig jenis floaters agar nantinya rig benar2 stabil pada saat drilling mode. Selain itu, rig juga dilengkapi dengan "motion compensator" system untuk mengatasi masalah heave, pitch dan roll pada rig jenis floaters, sehingga posisi rig floor relative stabil terhadap lubang sumur at all times. Bahkan di rig2 modern dewasa ini, rig positioning sudah diatur secara computerized agar tetap stabil on position
C. DAMPAK
PROSES PENGEBORAN MINYAK DI LAUT
Akibat yang
ditimbulkan dari terjadinya pencemaran minyak bumi di laut adalah:
1. Rusaknya estetika pantai akibat bau
dari material minyak. Residu berwarna gelap yang terdampar di pantai akan
menutupi batuan, pasir, tumbuhan dan hewan. Gumpalan tar yang
terbentuk dalam proses pelapukan minyak akan hanyut dan terdampar di pantai.
2. Kerusakan biologis, bisa merupakan efek
letal dan efek subletal. Efek letal yaitu reaksi yang terjadi saat zat-zat
fisika dan kimia mengganggu proses sel ataupun subsel pada makhluk hidup hingga
kemungkinan terjadinya kematian. Efek subletal yaitu mepengaruhi kerusakan
fisiologis dan perilaku namun tidak mengakibatkan kematian secara
langsung. Terumbu karang akan mengalami efek letal dan
subletal dimana pemulihannya memakan waktu lama dikarenakan kompleksitas dari
komunitasnya.
3. Pertumbuhan fitoplankton laut akan terhambat akibat keberadaan senyawa beracun dalam komponen
minyak bumi, juga senyawa beracun yang terbentuk dari proses biodegradasi. Jika jumlah pitoplankton menurun, maka populasi ikan, udang, dan kerang juga akan menurun. Padahal
hewan-hewan tersebut dibutuhkan manusia karena memiliki nilai ekonomi dan kandungan protein yang tinggi.
4. Penurunan populasi alga dan protozoa akibat kontak dengan racun slick (lapisan
minyak di permukaan air). Selain itu, terjadi kematian burung-burung laut. Hal
ini dikarenakan slick membuat permukaan laut lebih tenang dan
menarik burung untuk hinggap di atasnya ataupun menyelam mencari makanan. Saat
kontak dengan minyak, terjadi peresapan minyak ke dalam bulu dan merusak sistem
kekedapan air dan isolasi, sehingga burung akan kedinginan yang pada akhirnya
mati.
D. LIMBAH
YANG DI HASILKAN DARI PROSES PENGEBORAN MINYAK DI LAUT
Semua minyak mentah beracun terhadap organism laut,varietas
organisme dewasa menunjukan efek lethal terhadap fraksi minyak. Fraksi minyak
bumi yang tidak dapat larut sangat merusak karena minyak tersebut akan melapisi
organisme dan selanjutnya akan menyebabkan organisme tersebut mati lemas
(suffocation). Selain itu minyak juga dapat menyebabkan terkontaminasinya
organism yang dapat dimakan. Telah ditemukan bahwa hidrokarbon aromatic pada
titik rendah merupakan fraksi yang paling toksik dan penyebab utama kematian
organism. Yang termasuk di dalamnya adalah benzene, toluene, xylene,
naphthalene dan phenantrene (Revelle dkk.,1971dalam bishop, 1983). Aliphatic
dengan berat mokuler rendah, yang umumnya larut ddalam air, akan menghasilkan
narcosis dan anesthesia (semacam zat bius) pada konsentrasi rendah.
Pada
konsentrasi tinggi, mereka dapat menyebabkan kerusakan sel dan kematian sel,
khususnya terhadap bentuk larva.. campuran heterocyclic juga toksik tetapi
hanya pada konsentrasi yang lebih tinggi daripada umumnya (Hyland dan
Schneider,1976 dalam Bishop,1983). Fraksi minyak mentah pada titik didih yang
lebih tinggi seperti 3,4-benzopyrene dan campuran aromatic polycyclic lainnya
telah diketahui bersifat karsiogenik.
Senyawa hidrokarbon yang terkandung dalam minya bumi
berupa benzene , toluene,etilbenzena dan isomer xilena, dikenal sebagai
BTEXyang merupakan komponen utama dalam minya bumi,mempunyai sifat mutagenic
dan karsiogenik pada manusia. Senyawa ini bersifat rekalsitran, yang artinya
sulit mengalami perombakan di alam,baik dari air maupun di darat, sehingga hal
ini dapat mengalami proses akumulasi pada rantai makanan (biomagnifications)
pada ikan ataupun pada biota laut yang lain. Bila senyawa aromatic tersebut
masuk kedalam darah, maka senyawa tersebut akan diserap oleh jaringan lemak dan
mengalami oksidasi dalam hati. Setelah mengalami noksidasi, kemudian akan
membentuk fenol, dan pada proses berikutnya akan terjadi reaksi konjugasi dan
membentuk senyawa glucuride yang larut dalam air, kemudian masuk ke ginjal.
Senyawa yang terbentuk adalah epoksida benzena yang
beracun dan dapat menyebabkan gangguan serta kerusakan pada tulang sumsum.
Keracunan yang kronis menimbulkan kelainan pada darah, termasuk menurunnya sel
darah putih, zat beku darah, dan sel darah merah yang dapat menyebabkan anemia.
Kejadian ini akan merangsang timbulnya preleukemia, yang pada akhirnya
menyebabkan leukemia (kanker darah). Dampak lainyya adalah menyebabkan iritasi
kulit.
III. TEKNOLOGI
PENANGANGAN LIMBAH
3.1 PENANGANAN
LIMBAH PADAT, CAIR DAN GAS serta
B3
A. PENANGANAN LIMBAH
CAIR
Metode dan
tahapan proses pengolahan limbah cair yang telah dikembangkan sangat beragam.
Limbah cair dengan kandungan polutan yang berbeda kemungkinan akan membutuhkan
proses pengolahan yang berbeda pula. Proses- proses pengolahan tersebut dapat
diaplikasikan secara keseluruhan, berupa kombinasi beberapa proses atau hanya
salah satu. Proses pengolahan tersebut juga dapat dimodifikasi sesuai dengan
kebutuhan atau faktor finansial.
1.
Pengolahan Primer (Primary
Treatment)
Tahap
pengolahan primer limbah cair sebagian besar adalah berupa proses pengolahan
secara fisika.
a. Penyaringan (Screening)
Pertama, limbah yang mengalir
melalui saluran pembuangan disaring menggunakan jeruji saring. Metode ini
disebut penyaringan. Metode penyaringan merupakan cara yang efisien dan
murah untuk menyisihkan bahan-bahan padat berukuran besar dari air limbah.
b. Pengolahan
Awal (Pretreatment)
Kedua, limbah yang telah disaring
kemudian disalurkan kesuatu tangki atau bak yang berfungsi untuk memisahkan
pasir dan partikel padat teruspensi lain yang berukuran relatif besar. Tangki
ini dalam bahasa inggris disebut grit chamber dan cara kerjanya adalah dengan
memperlambat aliran limbah sehingga partikel – partikel pasir jatuh ke dasar
tangki sementara air limbah terus dialirkan untuk proses selanjutnya.
c. Pengendapan
Setelah melalui tahap pengolahan
awal, limbah cair akan dialirkan ke tangki atau bak pengendapan. Metode
pengendapan adalah metode pengolahan utama dan yang paling banyak digunakan
pada proses pengolahan primer limbah cair. Di tangki
pengendapan, limbah cair didiamkan agar partikel – partikel padat yang
tersuspensi dalam air limbah dapat mengendap ke dasar tangki. Enadapn partikel
tersebut akan membentuk lumpur yang kemudian akan dipisahkan dari air limbah ke
saluran lain untuk diolah lebih lanjut. Selain metode pengendapan, dikenal juga
metode pengapungan (Floation).
d. Pengapungan
(Floation)
Metode ini efektif digunakan untuk
menyingkirkan polutan berupa minyak atau lemak. Proses pengapungan dilakukan
dengan menggunakan alat yang dapat menghasilkan gelembung- gelembung udara
berukuran kecil (± 30 – 120 mikron). Gelembung udara tersebut akan membawa
partikel –partikel minyak dan lemak ke permukaan air limbah sehingga kemudian
dapat disingkirkan.
Bila
limbah cair hanya mengandung polutan yang telah dapat disingkirkan melalui
proses pengolahan primer, maka limbah cair yang telah mengalami proses
pengolahan primer tersebut dapat langsung dibuang kelingkungan (perairan).
Namun, bila limbah tersebut juga mengandung polutan yang lain yang sulit
dihilangkan melalui proses tersebut, misalnya agen penyebab penyakit atau
senyawa organik dan anorganik terlarut, maka limbah tersebut perlu disalurkan
ke proses pengolahan selanjutnya.
2. Pengolahan Sekunder (Secondary
Treatment)
Tahap pengolahan sekunder merupakan
proses pengolahan secara biologis, yaitu dengan melibatkan mikroorganisme yang
dapat mengurai/ mendegradasi bahan organik. Mikroorganisme yang digunakan
umumnya adalah bakteri aerob.
Terdapat
tiga metode pengolahan secara biologis yang umum digunakan yaitu metode
penyaringan dengan tetesan (trickling filter), metode lumpur aktif (activated
sludge), dan metode kolam perlakuan (treatment ponds / lagoons) .
a. Metode Trickling
Filter
Pada metode ini, bakteri aerob yang
digunakan untuk mendegradasi bahan organik melekat dan tumbuh pada suatu
lapisan media kasar, biasanya berupa serpihan batu atau plastik, dengan dengan
ketebalan ± 1 – 3 m. limbah cair kemudian disemprotkan ke permukaan media
dan dibiarkan merembes melewati media tersebut. Selama proses perembesan, bahan
organik yang terkandung dalam limbah akan didegradasi oleh bakteri aerob.
Setelah merembes sampai ke dasar lapisan media, limbah akan menetes ke suatu
wadah penampung dan kemudian disalurkan ke tangki pengendapan. Dalam tangki pengendapan, limbah
kembali mengalami proses pengendapan untuk memisahkan partikel padat
tersuspensi dan mikroorganisme dari air limbah. Endapan yang terbentuk akan
mengalami proses pengolahan limbah lebih lanjut, sedangkan air limbah akan
dibuang ke lingkungan atau disalurkan ke proses pengolahan selanjutnya jika
masih diperlukan
b. Metode Activated
Sludge
Pada
metode activated sludge atau lumpur aktif, limbah cair disalurkan ke sebuah
tangki dan didalamnya limbah dicampur dengan lumpur yang kaya akan bakteri aerob. Proses degradasi berlangsung
didalam tangki tersebut selama beberapa jam, dibantu dengan pemberian gelembung
udara aerasi (pemberian oksigen). Aerasi dapat mempercepat kerja bakteri dalam
mendegradasi limbah. Selanjutnya, limbah disalurkan ke tangki pengendapan untuk
mengalami proses pengendapan, sementara lumpur yang mengandung bakteri
disalurkan kembali ke tangki aerasi. Seperti pada metode trickling filter,
limbah yang telah melalui proses ini dapat dibuang ke lingkungan atau diproses
lebih lanjut jika masih dperlukan.
c. Metode Treatment
ponds/ Lagoons
Metode
treatment ponds/lagoons atau kolam perlakuan merupakan metode yang murah namun
prosesnya berlangsung relatif lambat. Pada metode ini, limbah cair ditempatkan
dalam kolam-kolam terbuka. Algae yang tumbuh dipermukaan kolam akan
berfotosintesis menghasilkan oksigen. Oksigen tersebut kemudian digunakan oleh
bakteri aero untuk proses penguraian/degradasi bahan organik dalam limbah. Pada
metode ini, terkadang kolam juga diaerasi. Selama proses degradasi di kolam,
limbah juga akan mengalami proses pengendapan. Setelah limbah terdegradasi dan
terbentuk endapan didasar kolam, air limbah dapat disalurka untuk dibuang ke
lingkungan atau diolah lebih lanjut.
3. Pengolahan
Tersier (Tertiary Treatment)
Pengolahan
tersier dilakukan jika setelah pengolahan primer dan sekunder masih terdapat
zat tertentu dalam limbah cair yang dapat berbahaya bagi lingkungan atau
masyarakat. Pengolahan tersier bersifat khusus, artinya pengolahan ini
disesuaikan dengan kandungan zat yang tersisa dalam limbah cair / air limbah.
Umunya zat yang tidak dapat dihilangkan sepenuhnya melalui proses pengolahan
primer maupun sekunder adalah zat-zat anorganik terlarut, seperti nitrat,
fosfat, dan garam- garaman.
Pengolahan tersier sering disebut
juga pengolahan lanjutan (advanced treatment). Pengolahan ini meliputi berbagai
rangkaian proses kimia dan fisika. Contoh metode pengolahan tersier yang dapat
digunakan adalah metode saringan pasir, saringan multimedia, precoal filter,
microstaining, vacum filter, penyerapan dengan karbon aktif, pengurangan besi
dan mangan, dan osmosis bolak-balik.
Metode
pengolahan tersier jarang diaplikasikan pada fasilitas pengolahan limbah. Hal ini
disebabkan biaya yang diperlukan untuk melakukan proses pengolahan tersier
cenderung tinggi sehingga tidak ekonomis.
4. Desinfeksi
(Desinfection)
Desinfeksi atau pembunuhan kuman
bertujuan untuk membunuh atau mengurangi mikroorganisme patogen yang ada dalam
limbah cair. Meknisme desinfeksi dapat secara kimia, yaitu dengan menambahkan
senyawa/zat tertentu, atau dengan perlakuan fisik. Dalam menentukan senyawa
untuk membunuh mikroorganisme, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan,
yaitu :
• Daya racun zat
• Waktu kontak yang
diperlukan
• Efektivitas zat
• Kadar dosis yang
digunakan
• Tidak boleh bersifat
toksik terhadap manusia dan hewan
• Tahan terhadap air
• Biayanya murah
Contoh
mekanisme desinfeksi pada limbah cair adalah penambahan klorin (klorinasi),
penyinaran dengan ultraviolet(UV), atau dengan ozon (Oз). Proses desinfeksi pada limbah cair
biasanya dilakukan setelah proses pengolahan limbah selesai, yaitu setelah
pengolahan primer, sekunder atau tersier, sebelum limbah dibuang ke lingkungan.
5. Pengolahan
Lumpur (Slude Treatment)
Setiap
tahap pengolahan limbah cair, baik primer, sekunder, maupun tersier, akan
menghasilkan endapan polutan berupa lumpur. Lumpur tersebut tidak dapat dibuang
secara langsung, melainkan pelu diolah lebih lanjut. Endapan lumpur hasil
pengolahan limbah biasanya akan diolah dengan cara diurai/dicerna secara aerob
(anaerob digestion), kemudian disalurkan ke beberapa alternatif, yaitu dibuang
ke laut atau ke lahan pembuangan (landfill), dijadikan pupuk kompos, atau
dibakar (incinerated).
B. PENANGANAN
LIMBAH PADAT
1. Penimbunan
Terbuka
Terdapat dua cara penimbunan sampah
yang umum dikenal, yaitu metode penimbunan terbuka (open dumping) dan
metode sanitary landfill. Pada metode penimbunan terbuka. Di lahan penimbunan terbuka,
berbagai hama dan kuman penyebab penyakit dapat berkembang biak. Gas metan yang
dihasilkan oleh pembusukan sampah organik dapat menyebar ke udara sekitar dan
menimbulkan bau busuk serta mudah terbakar. Cairan yang tercampur dengansampah
dapat merembes ke tanah dan mencemari tanah serta air.
2. Sanitary
Landfill
Pada metode sanitary
landfill, sampah ditimbun dalam lubang yang dialasi iapisan lempung
dan lembaran plastik untuk mencegah perembesan limbah ke tanah. Pada landfill yang
lebih modern lagi, biasanya dibuat sistem Iapisan ganda (plastik – lempung –
plastik – lempung) dan pipa-pipa saluran untuk mengumpulkan cairan serta gas
metan yang terbentuk dari proses pembusukan sampah. Gas tersebut kemudian dapat
digunakan untuk menghasilkan listrik.
3. Insinerasi
Insinerasi adalah pembakaran
sampah/limbah padat menggunakan suatu alat yang disebut insinerator. Kelebihan
dari proses insinerasi adalah volume sampah berkurang sangat banyak (bisa
mencapai 90 %). Selain itu, proses insinerasi menghasilkan panas yang dapat
dimanfaatkan untuk menghasilkan listrik atau untuk pemanas ruangan.
4. Pembuatan kompos padat dan cair
metode ini adalah dengan mengolah
sampah organic seperti sayuran, daun-daun kering, kotoran hewan melalui proses
penguraian oleh mikroorganisme tertentu. Pembuatan kompos adalah salah satu
cara terbaik dalam penanganan sampah organic. Berdasarkan bentuknya kompos
ada yang berbentuk padat dan cair. Pembuatannya dapat dilakukan dengan
menggunakan kultur mikroorganisme, yakni menggunakan kompos yang sudah jadi dan
bisa didapatkan di pasaran seperti EMA efectif microorganism 4.EMA merupakan
kultur campuran mikroorganisme yang dapat meningkatkan degaradasi limbah atau
sampah organic.
5. Daur Ulang
Daur ulang adalah proses untuk
menjadikan suatu bahan bekas menjadi bahan baru dengan tujuan mencegah
adanya sampah yang
sebenarnya dapat menjadi sesuatu yang berguna, mengurangi penggunaan bahan baku
yang baru, mengurangi penggunaan energi,
mengurangi polusi, kerusakan lahan, dan
emisi gas rumah kaca jika
dibandingkan dengan proses pembuatan barang baru. Daur ulang adalah salah satu
strategi pengelolaan sampah padat
yang terdiri atas kegiatan pemilahan, pengumpulan, pemrosesan, pendistribusian
dan pembuatan produk / material bekas pakai, dan komponen utama dalam manajemen
sampah modern dan bagian ketiga adalam proses hierarki sampah3R (Reuse, Reduce, and Recycle).
C. PENANGANAN
LIMBAH GAS
Pengolah
limbah gas secara teknis dilakukan dengan menambahkan alat bantu yang dapat
mengurangi pencemaran udara. Pencemaran udara sebenarnya dapat berasal dari
limbah berupa gas atau materi partikulat yang terbawah bersama gas tersebut.
Berikut akan dijelaskan beberapa cara menangani pencemaran udara oleh limbah
gas dan materi partikulat yang terbawah bersamanya.
1.
Mengontrol Emisi Gas Buang
· Gas-gas
buang seperti sulfur oksida, nitrogen oksida, karbon monoksida, dan hidrokarbon
dapat dikontrol pengeluarannya melalui beberapa metode. Gas sulfur oksida dapat
dihilangkan dari udara hasil pembakaran bahan bakar dengan cara desulfurisasi menggunakan
filter basah (wet scrubber).
· Mekanisme
kerja filter basah ini akan dibahas lebih lanjut pada pembahasan berikutnya,
yaitu mengenai metode menghilangkan materi partikulat, karena filter basah juga
digunakan untuk menghilangkan materi partikulat.
· Gas
nitrogen oksida dapat dikurangi dari hasil pembakaran kendaraan bermotor dengan
cara menurunkan suhu pembakaran. Produksi gas karbon monoksida dan hidrokarbon
dari hasil pembakaran kendaraan bermotor dapat dikurangi dengan cara memasang
alat pengubah katalitik (catalytic converter) untuk menyempurnakan pembakaran.
· Selain
cara-cara yang disebutkan diatas, emisi gas buang jugadapat dikurangi kegiatan
pembakaran bahan bakar atau mulai menggunakan sumber bahan bakar alternatif
yang lebih sedikit menghasilkan gas buang yang merupakan polutan.
2. Menghilangkan Materi Partikulat Dari Udara
Pembuangan
a. Filter
Udara
Filter
udara dimaksudkan untuk yang ikut keluar pada cerobong atau stack, agar tidak
ikut terlepas ke lingkungan sehingga hanya udara bersih yang saja yang keluar
dari cerobong. Filter udara yang dipasang ini harus secara tetap diamati
(dikontrol), kalau sudah jenuh (sudah penuh dengan abu/ debu) harus
segera diganti dengan yang baru.
Jenis
filter udara yang digunakan tergantung pada sifat gas buangan yang keluar dari
proses industri, apakah berdebu banyak, apakah bersifat asam, atau bersifat
alkalis dan lain sebagainya
b. Pengendap Siklon
Pengendap
Siklon atau Cyclone Separators adalah pengedap debu / abu yang ikut dalam gas
buangan atau udara dalam ruang pabrik yang berdebu. Prinsip kerja pengendap
siklon adalah pemanfaatan gaya sentrifugal dari udara / gas buangan yang
sengaja dihembuskan melalui tepi dinding tabung siklon sehingga partikel yang
relatif “berat” akan jatuh ke bawah.
Ukuran partikel / debu / abu yang
bisa diendapkan oleh siklon adalah antara 5 u – 40 u. Makin besar ukuran debu
makin cepat partikel tersebut diendapkan.
c. Filter Basah
Nama lain
dari filter basah adalah Scrubbers atau Wet Collectors. Prinsip kerja filter
basah adalah membersihkan udara yang kotor dengan cara menyemprotkan air dari
bagian atas alt, sedangkan udara yang kotor dari bagian bawah alat. Pada saat udara
yang berdebu kontak dengan air, maka debu akan ikut semprotkan air turun ke
bawah.
Untuk mendapatkan hasil yang lebih
baik dapat juga prinsip kerja pengendap siklon dan filter basah digabungkan
menjadi satu. Penggabungan kedua macam prinsip kerja tersebut menghasilkan
suatu alat penangkap debu.
d. Pengendap Sistem Gravitasi
Alat
pengendap ini hanya digunakan untuk membersihkan udara kotor yang ukuran
partikelnya relatif cukup besar, sekitar 50 u atau lebih. Cara kerja alat ini
sederhana sekali, yaitu dengan mengalirkan udara yang kotor ke dalam alat yang
dibuat sedemikian rupa sehingga pada waktu terjadi perubahan kecepatan secara
tiba-tiba (speed drop), zarah akan jatuh terkumpul di bawah akibat gaya
beratnya sendiri (gravitasi). Kecepatan pengendapan tergantung pada dimensi
alatnya.
e. Pengendap Elektrostatik
Alat
pengendap elektrostatik digunakan untuk membersihkan udara yang kotor dalam
jumlah (volume) yang relatif besar dan pengotor udaranya adalah aerosol atau
uap air. Alat ini dapat membersihkan udara secara cepat dan udara yang keluar
dari alat ini sudah relatif bersih.
Alat
pengendap elektrostatik ini menggunakan arus searah (DC) yang mempunyai
tegangan antara 25 – 100 kv. Alat pengendap ini berupa tabung silinder di mana
dindingnya diberi muatan positif, sedangkan di tengah ada sebuah kawat yang
merupakan pusat silinder, sejajar dinding tabung, diberi muatan negatif. Adanya
perbedaan tegangan yang cukup besar akan menimbulkan corona discharga di daerah
sekitar pusat silinder. Hal ini menyebabkan udara kotor seolah – olah mengalami
ionisasi. Kotoran udara menjadi ion negatif sedangkan udara bersih menjadi ion
positif dan masing-masing akan menuju ke elektroda yang sesuai. Kotoran yang
menjadi ion negatif akan ditarik oleh dinding tabung sedangkan udara bersih
akan berada di tengah-tengah silinder dan kemudian terhembus keluar.
D. PENANGANAN
LIMBAH B3
Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) tidak dapat begitu saja ditimbun, dibakar atau
dibuang ke lingkungan , karena mengandung bahan yang dapat membahayakan manusia
dan makhluk hidup lain. Limbah ini memerlukan cara penanganan yang lebih khusus
dibanding limbah yang bukan B3. Limbah B3 perlu diolah, baik secara fisik,
biologi, maupun kimia sehingga menjadi tidak berbahaya atau berkurang daya
racunnya. Setelah diolah limbah B3 masih memerlukan metode pembuangan yang
khusus untuk mencegah resiko terjadi pencemaran. Beberapa metode penanganan
limbah B3 yang umumnya diterapkan adalah sebagai berikut.
1. Metode Pengolahan
Secara Kimia, Fisik Dan Biologi
Proses
pengolahan limbah B3 dapat dilakukan secara kimia, fisik, atau biologi.
Proses pengolahan limbah B3 secara kimia atau fisik yang umumnya dilakukan
adalah stabilisasi/ solidifikasi . stabilisasi/solidifikasi adalah proses
pengubahan bentuk fisik dan sifat kimia dengan menambahkan bahan peningkat atau
senyawa pereaksi tertentu untuk memperkecil atau membatasi pelarutan,
pergerakan, atau penyebaran daya racun limbah, sebelum dibuang. Contoh bahan
yang dapat digunakan untuk proses stabilisasi/solidifikasi adalah semen, kapur
(CaOH2), dan bahan termoplastik.
Metode
insinerasi (pembakaran) dapat diterapkan untuk memperkecil volume B3 namun saat
melakukan pembakaran perlu dilakukan pengontrolan ketat agar gas beracun hasil
pembakaran tidak mencemari udara.
Proses
pengolahan limbah B3 secara biologi yang telah cukup berkembang saat ini
dikenal dengan istilah bioremediasi dan viktoremediasi. Bioremediasi adalah
penggunaan bakteri dan mikroorganisme lain untuk mendegradasi/ mengurai limbah
B3, sedangkan Vitoremediasi adalah penggunaan tumbuhan untuk mengabsorbsi dan
mengakumulasi bahan-bahan beracun dari tanah. Kedua proses ini sangat
bermanfaat dalam mengatasi pencemaran oleh limbah B3 dan biaya yang diperlukan
lebih muran dibandingkan dengan metode Kimia atau Fisik. Namun, proses ini juga
masih memiliki kelemahan. Proses Bioremediasi dan Vitoremediasi merupakan
proses alami sehingga membutuhkan waktu yang relatif lama untuk membersihkan
limbah B3, terutama dalam skala besar. Selain itu, karena menggunakan makhluk
hidup, proses ini dikhawatirkan dapat membawa senyawa-senyawa beracun ke dalam
rantai makanan di ekosistem.
2. Metode Pembuangan Limbah B3
a. Sumur dalam/ Sumur Injeksi (deep well
injection)
Salah satu
cara membuang limbah B3 agar tidak membahayakan manusia adalah dengan cara
memompakan limbah tersebut melalui pipa kelapisan batuan yang dalam, di bawah
lapisan-lapisan air tanah dangkal maupun air tanah dalam. Secara teori, limbah
B3 ini akan terperangkap dilapisan itu sehingga tidak akan mencemari tanah
maupun air. Namun, sebenarnya tetap ada kemungkinan terjadinya kebocoran atau
korosi pipa atau pecahnya lapisan batuan akibat gempa sehingga limbah merembes
kelapisan tanah.
b. Kolam penyimpanan (surface impoundments)
Limbah B3
cair dapat ditampung pada kolam-kolam yang memang dibuat untuk limbah B3.
Kolam-kolam ini dilapisi lapisan pelindung yang dapat mencegah perembesan
limbah. Ketika air limbah menguap, senyawa B3 akan terkosentrasi dan mengendap
di dasar. Kelemahan metode ini adalah memakan lahan karena limbah akan semakin
tertimbun dalam kolam, ada kemungkinan kebocoran lapisan pelindung, dan ikut
menguapnya senyawa B3 bersama air limbah sehingga mencemari udara.
c. Landfill untuk limbah B3 (secure landfils)
Limbah B3
dapat ditimbun pada landfill, namun harus pengamanan tinggi. Pada metode
pembuangan secure landfills, limbah B3 ditempatkan dalam drum atau tong-tong,
kemudian dikubur dalam landfill yang didesain khusus untuk mencegah pencemaran
limbah B3. Landffill ini harus dilengkapi peralatan moditoring yang lengkap
untuk mengontrol kondisi limbah B3 dan harus selalu dipantau. Metode ini jika
diterapkan dengan benar dapat menjadi cara penanganan limbah B3 yang efektif.
Namun, metode secure landfill merupakan metode yang memliki biaya operasi
tinggi, masih ada kemungkinan terjadi kebocoran, dan tidak memberikan solusi
jangka panjang karena limbah akan semakin menumpuk.
IV. KESIMPULAN
Pengeboran
minyak bumi di laut menyebabkan terjadinya peledakan (blow aut) di sumur
minyak. Ledakan
ini mengakibatkan semburan minyak ke lokasi sekitar laut, sehingga menimbulkan
pencemaran. Hampir semua tumpahan minyak di lingkungan laut dapat dengan segera
membentuk sebuah lapisan tipis di permukaan. Proses penyebaran minyak akan
menyebarkan lapisan menjadi tipis serta tingkat penguapan meningkat.
Minyak tidak dapat larut di
dalam air, melainkan akan mengapung di atas permukaan air. Lapisan minyak di permukaan air
lingkungan akan mengganggu kehidupan organisme dalam air. Hal ini disebabkan
oleh Lapisan minyak pada permukaan air akan menghalangi difusi oksigen dari
udara ke dalam air sehingga jumlah oksigen yang terlarut di dalam air menjadi
berkurang. Kandungan oksigen yang menurun akan mengganggu kehidupan hewan air.Menghasilkan limbah padat, cair dan gas
How to get to The Duel Lounge - JTM Hub
BalasHapusThe Duel Lounge 제주도 출장마사지 is located inside the The 제주 출장샵 Duel Lounge with a seating area, which is a common feature 보령 출장마사지 of all other establishments. Once inside, 양주 출장마사지 patrons 광양 출장샵 can