Minggu, 08 September 2013

Pencemaran Perairan

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengertian pencemaran linkungan menurut pengertian hokum,dapat dikemukakan sebagaimana yang terdapat dalam UUPLH No 4 Tahun 1982. Dalam pasal 1 butir 7 disebutkan sebagaiberikut:
“Pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukannya makhluk hidup,zat,energi,dan atau komponen lain kedalam lingkungan dan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh proses alam,sehingga kualitas lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya”
OCED (Organization foe Economic Cooperation and Development) pada The Conclution of the First Meeting a ministerial Level of the Environmental Committee of the OECD, November 1974 mendefinisikan pencemaran sebagai berikut : Internasional Pencemaran di laut seperti Konvensi 1954, 1962, 1973, Konfrensi Menteri-menteri OECD,Konfrensi Hukum Laut III (UNCLOS III), dan lain-lain.
Kamus pencemaran
 Pada umumnya, pengeboran minyak bumi di laut menyebabkan terjadinya peledakan (blow aut) di sumur minyak. Ledakan ini mengakibatkan semburan minyak ke lokasi sekitar laut, sehingga menimbulkan pencemaran. Ketika minyak masuk ke lingkungan laut, maka minyak tersebut dengan segera akan mengalami perubahan secara fisik dan kimia. Diantara proses tersebut adalah membentuk lapisan (slick formation), menyebar (dissolution), menguap (evaporation), polimerasi (polymerization), emulsifikasi (emulsification), emulsi air dalam minyak ( water in oil emulsions ), emulsi minyak dalam air (oil in water emulsions), foto oksida, biodegradasi mikorba, sedimentasi, dicerna oleh plankton dan bentukan gumpalan.

Hampir semua tumpahan minyak di lingkungan laut dapat dengan segera membentuk sebuah lapisan tipis di permukaan. Hal ini dikarenakan minyak tersebut digerakkan oleh pergerakan angin, gelombang dan arus, selain gaya gravitasi dan tegangan permukaan. Beberapa hidrokarbon minyak bersifat mudah menguap, dan cepat menguap. Proses penyebaran minyak akan menyebarkan lapisan menjadi tipis serta tingkat penguapan meningkat.

Minyak tidak dapat larut di dalam air, melainkan akan mengapung di atas permukaan air, bahan buangan cairan berminyak yang di buang ke air lingkungan akan mengapung menutupi permukaan air. Kalau bahan buangan cairan berminyak mengandung senyawa yang volatile maka akan terjadi penguapan dan luar permukaan minyak yang menutupi permukaan air akan menyusut. Penyusutan luas permukaan ini tergantung pada jenis minyaknya dan waktu lapisan minyak yang menutupi permukaan air dapat juga terdegradasi oleh mikroorganisme tertentu, namun memerlukan waktu yang cukup lama.

Lapisan minyak di permukaan air lingkungan akan mengganggu kehidupan organisme dalam air. Hal ini disebabkan oleh Lapisan minyak pada permukaan air akan menghalangi difusi oksigen dari udara ke dalam air sehingga jumlah oksigen yang terlarut di dalam air menjadi berkurang. Kandungan oksigen yang menurun akan mengganggu kehidupan hewan air. Adanya lapisan minyak pada permukaan air juga akan menghalangi masuknya sinar matahari ke dalam air sehingga fotosintesis oleh tanaman air tidak dapat berlangsung. Akibatnya, oksigen yang seharusnya dihasilkan pada proses fotosintesis tersebut tidak terjadi. Kandungan oksigen dalam air jadi semakin menurun. Tidak hanya hewan air saja yang terganggu akibat adanya lapisan minyak pada permukaan air tersebut, tetapi burung air pun ikut terganggu karena bulunya jadi lengket, tidak bisa mengembang lagi terkena minyak. Selain dari pada itu, air yang telah tercemar oleh minyak juga tidak dapat dikonsumsi oleh manusia karena seringkali dalam cairan yang berminyak terdapat juga zat-zat yang beracun, seperti senyawa benzene, senyawa toluene dan lain sebagainya.
Menurut Benny 2002, pencemaran minyak dilaut berasal dari :
1.      Operasi Kapal Tanker
2.      Docking ( Perbaikan / Perawatan Kapal)
3.      Terminal Bongkar Muat Tengah Laut
4.      Tanki Ballast dan Tanki Bahan Bakar
5.      Scrapping Kapal (pemotongan badan kapal untuk menjadi besi tua)
6.      Kecelakaan Tanker (kebocoran lambung, kandas, ledakan, kebakaran dan tabrakan)
7.      Sumber di Darat (minyak pelumas bekas, atau cairan yang mengandung hydrocarbon (perkantoran industri)
8.      Tempat Pembersihan (dari limbah pembuangan Refinery )
B. Tujuan
1.    Mengetahui dampak pengeboran lepas pantai
2.    Mengetahui asal pencemaran minyak dilepas pantai
3.    Mengetahui limbah pencemaran yang dihasilkan dari pengeboran lepas pantai

II. LIMBAH HASIL PENGEBORAN MINYAK DI LAUT
A.            Teknologi Pengeboran Minyak di Laut
Teknologi yang digunakan, dan peralatan pendukung yang diperlukan sehingga pengeboran minyak dan gas dapat dilakukan dengan efektif. Pelaksanaan kegiatan pertambangan migas di lepas pantai atau Offshore pada umumnya dibagi menjadi 2(dua) tahap operasi utama yaitu tahap eksplorasi, eksploitasi (produksi). Eksplorasi merupakan tahap pencarian sumber-sumber migas di perut bumi. Berkembangnya teknologi satelit, seismik, microprocessor, dan bahan peledak memberikan pengaruh yang luar biasa terhadap peran para geologist dan kemudian geophysist dalam memprediksi sumber-sumber migas. Dalam operasi ekplorasi di offshore diperlukan berbagai jenis kapal seperti kapal survei seismik, drilling ship, drilling rigs, kapal suplai dan kapal Penunjang lainnya (crew boat).
Pada saat tanda-tanda keberadaan sumber migas dapat dibuktikan secara meyakinkan, dan dievaluasi memiliki nilai ekonomis yang cukup untuk dimanfaatkan, maka selanjutnya operasi migas akan memasuki tahap ekploitasi. Pada tahap Eksploitasi offshore, baik pemerintah sebagai pihak regulator/ pemegang kuasa pertambangan dan pihak investor akan dihadapkan pada suatu pilihan tentang metode dan fasilitas apa yang akan digunakan dalam proses pengangkatan migas ke permukaan bumi dan pengolahannya sebelum dipasarkan. Pada kondisi laut dalam, biasanya pilihan akan ditujukan pada berbagai jenis fasilitas terapung (Floaters). Di dalam proses tersebut, pemilihan fasilitas akan bergantung pada kedalaman laut, kondisi operasi, ukuran dan umur reservoir sumber migas, jarak dari pembeli migas, ukuran kapal tanker penerima, faktor safety, dan keekonomian. Berikut adalah beberapa jenis floater dengan berbagai keunggulan dan kekurangannya.
http://pmahatrisna.files.wordpress.com/2012/01/011012_0349_aplikasitek23.png?w=614
 










Gambar 2. Beberapa Jenis Fasilitas Migas Terapung

No
Fasilitas Floaters
Fungsi
1.
Drilling Barges
Digunakan untuk pemboran di laut dangkal atau sungai. Tidak mempunyai penggerak sendiri, sehingga bergerak dengan dukungan Tugboat. Drilling Barges biasanya dilengkapi dengan akomodasi dan flat top hulls untuk penyimpanan peralatan.
2.
Submersible Rigs
Digunakan untuk pemboran di laut dangkal, merupakan suatu flat platform yang ditopang oleh dua lambung untuk memberikan buoyancy (gaya angkat). Keuntungannya pada posisi terbenam memberikan kondisi yang stabil pada saat pemboran.
3.
Semi submersible Rigs
Sangat umum digunakan pada operasi pemboran di laut dangkal, disangga oleh rantai jangkar, dan dapat dengan mudah dipindahkan ke lokasi lain.
4.
Drilling Ships
Digunakan untuk pemboran di laut dalam, pada saat beroperasi, posisi dipertahankan dengan teknologi dynamic positioning menggunakan satelit.
5.
Tension Leg Platforms (TLP)
TLP biasanya digunakan pada pemboran di laut dalam, merupakan platform terapung yang disangga oleh baja hollow dan terpancang di dasar laut sebagai tendon. Hal ini dapat menjaga stabilitas kapal konstan dari gaya pasang surut dan gelombang air laut.
Tabel 1. Fasilitas Migas Terapung dan penggunaanya.
http://pmahatrisna.files.wordpress.com/2012/01/011012_0349_aplikasitek53.png?w=614http://pmahatrisna.files.wordpress.com/2012/01/011012_0349_aplikasitek43.png?w=614http://pmahatrisna.files.wordpress.com/2012/01/011012_0349_aplikasitek33.png?w=614Disamping berbagai fasilitas terapung diatas, kegiatan eksploitasi migas juga memerlukan keberadaan kapal-kapal pendukung untuk menjamin kelancaran dan keamanan operasi di lapangan, termasuk dukungan peralatan logistik. Sistem pendukung dan perbekalan ini akan diperlukan sejak awal pada saat penempatan pertama dari platform rig pemboran, hingga pada akhir waktu pembongkaran dan pada pemasangan dan pemeliharaan sistem produksi yang diperlukan. Sistem pedukung merupakan suatu armada kapal-kapal khusus, yang terdiri dari kapal suplai (Supply Vessel), kapal Anchor Handling, Tug, and Supply (AHTS), kapal Crew Boat, kapal konstruksi (Crane Barge), Pipe Laying Barge, Cable Laying Barge, kapal pemadam kebakaran (Fire Fighting Vessel), Kapal Pandu, dsb.



Gambar 3. Fasilitas Penunjang Operasi di Laut


Teknologi lepas pantai khususnya laut dalam (Deepwater) telah berkembang dengan pesat, peralatan yang digunakan saat ini adalah peralatan dengan teknologi yang mutakhir. Walaupun secara konseptual peralatan dan dan metode yang dipergunakan di operasi pemboran lepas pantai sama dengan yang dipakai di darat, namun secara actual dapat ditemukan banyak perbedaan-perbedaannya. Perbedaan ini datang dari kondisi khas lingkungan laut dan faktor-faktor tidak tetap lainnya, dan setiap aspek menjadi semakin berarti karena proses yang diperlukan sejak penemuan pertama sumber migas sampai dimulainya tahap produksi memerlukan waktu sekitar 5-10 tahun. Disamping itu setiap aspek mempengaruhi besaran biaya keseluruhan proses, sehingga semakin dalam lautnya, semakin canggih teknologi yang digunakan, maka biaya operasional yang diperlukan juga akan semakin besar.
http://pmahatrisna.files.wordpress.com/2012/01/011012_0349_aplikasitek63.png?w=614
 










Gambar 4. Skema Operasi Migas Laut Dalam
Gambar diatas menunjukkan suatu skema sederhana operasi produksi migas offshore dimana aliran fluida migas dari kepala sumur (wellheads) dialirkan keatas permukaan laut melalui jaringan pipa bawah laut (flexible flowlines), dan jaringan pipa riser (flexible risers). Fasilitas penerima di atas permukaan laut dapat berupa fasilitas proses maupun penampung yang dapat terdiri dari berbagai jenis kapal Floating Production Storage and Offloading (FPSO), Floating Storage Offloading (FSO), Mobile Production Unit (MoPU), Floating Production Unit (FPU), dan khusus untuk laut dalam/ Deepwater diperlukan beberapa jenis peralatan khusus/ Platform khusus seperti Fixed PlatformCompliant Tower, Tension Leg Platform(TLP), SPAR, FPSO, atau Semi-Submersible   (Gambar 2)
Hampir semua peralatan yang digunakan diatas masih didatangkan dari luar negeri. Dimasa mendatang dengan meningkatnya kebutuhan akan produksi migas nasional sebagai salah satu penyumbang terbesar devisa negara dan mengingat besarnya resiko dan investasi yang diperlukan, maka Indonesia dalam mengelola kegiatan lepas pantai khususnya laut dalam (deepwater) memerlukan suatu perencanaan jangka panjang dalam mempersiapkan ketersediaan sumber daya manusia yang handal (SDM), kesiapan teknologi, peralatan dan industri pendukung yang memadai.
http://www.eoearth.org/files/133101_133200/133112/offshorerigs.jpgPengembangan sumber daya manusia untuk teknologi laut dalam (deepwater) mencakup beberapabidang yang cukup luas dan multi disiplin, seperti penguasaan terhadap teknologi desain, rekayasa (engineering), pengadaan (procurement), konstruksi, instalasi, maupun services. Disamping kekurangan akan tenaga kerja ahli di bidang laut dalam, secara nasional industri pendukung di sektor kelautan kita juga masih memiliki banyak kekurangan, terutama berkaitan dengan penguasaan teknologi, ketersediaan material produksi nasional, maupun jumlah galangan nasional yang mampu bersaing dalam hal Quality, Cost, Delivery, dan Safety (QCDS).







Dari uraian di atas dapat kita ambil beberapa kesimpulan bahwa saat ini kegiatan pertambangan migas cenderung mengarah pada daerah lepas pantai khususnya laut dalam (Deepwater) dan untuk dapat meningkatkan peran serta pendapatan nasional maka diperlukan pengembangan sumber daya manusia secara berkesinambungan, dan pengembangan industri pendukung berbasis kelautan, sehingga dengan ditunjang kondisi perekonomian dan hukum yang kondusif, serta dan kebijakan pemerintah yang menunjang hal tersebut, maka kita akan dapat dengan optimal memanfaatkan sumber daya migas khususnya dari laut untuk kepentingan seluruh rakyat Indonesia. 
B.     Sarana Dan Prasarana
Pengeboran lepas pantai bisa dilakukan dengan 3 jenis "kendaraan" atau drilling rig, tergantung pada kedalaman air di tempat tsb:

1. Untuk kedalaman 7 - 15 ft (laut dangkal) biasanya dipakai rig jenis "swamp barge". Caranya yaitu dengan memobilisasi rig ke lokasi sumur, setelah itu rig "ditenggelamkan" dengan cara mengisi ballast tanksnya dengan air. Setelah rig "duduk" di dasar dan "spud can" nya menancap di dasar laut, baru proses pengeboran bisa dimulai. Untuk mencegah rig terdesak arus laut yang kadang-kadang kuat, biasanya posisi rig distabilkan dulu dengan cara mengikatkan rig pada tiang2 pancang di sekitarnya, sebab apabila tidak stabil dan posisi rig tergeser oleh arus, hal ini bisa menimbulkan masalah yang serius, terutama sumur.

2. Untuk kedalaman 15 - 250 ft, biasanya digunakan jack-up rig (biasanya berkaki 3 atau 4, dan ada yang type independent legs dengan spud can di masing2 leg atau ada juga yang non-independent leg dengan type "mat foundation" seperti fondasi telapak). Kaki rig dengan type mat foundation ini biasanya dipakai di daerah2 laut yang mempunyai soft seabed (dasar laut yang empuk sehingga dengan kaki rig type mat amblesnya tidak terlalu dalam). Rig type jack up bisa digunakan untuk ngebor sumur2 explorasi maupun development (pengembangan). Tahapan yang paling critical adalah pada saat rig move-in mendekati platform, karena rig harus mendekati platform pada jarak tertentu. Kalau kebablasan, rig bisa nabrak plarform dan bisa menyebabkan kerusakan yang significant. Jarak antara rig dan platform sudah ditentukan sesuai design agar rig floor dan derrick yang berada di cantilever deck itu bisa di geser2 (skidding) sehingga mencapai semua well slot yang ada di platform tsb. Satu platform bisa berisi 4, 6, 9, 12 atau lebih well slots tergantung besarnya platform. Untuk approaching platform tsb biasanya rig dipandu oleh 2 atau 3 towing boats, dan di-support dengan 2 atau 4 anchor yang ada di rig. Setelah rig dikunci pada final position, barulah kaki2 rig diturunkan dan diberi "beban awal" atau preload dengan cara mengisi tanki2 dengan air. Rig hull nya sendiri hanya dinaikkan sedikit di atas muka laut sampai kaki2 rig itu tidak ambles lagi pada saat 100% preload. Biasanya setelah 3 jam preload test dan rig stabil, "beban awal" itu dibuang dan rig bisa di jack-up sampai pada ketinggian tertentu untuk drilling mode position di atas platform. Di area BP West Java, leg penetration berkisar antara 25 - 50 ft untuk Arjuna dan Arimbi Field, akan tetapi di Bima Field (daerah Zulu dan sekitar kepulauan Seribu), leg penetrationnya bisa > 100ft karena seabednya yang sangat soft (empuk). Pada kasus deep leg penetration, sering repotnya nanti pada saat rig mau demo.


3. Untuk laut dalam (>250 ft), digunakan drillships (floater) atau semi-submersible. Drilling rig type floaters biasanya dipakai untuk ngebor sumur2 explorasi karena praktis rig jenis ini gak bisa "nempel" di platform untuk ngebor sumur2 development. Untuk rig jenis ini, biasanya dilengkapi dengan 8 anchor / jangkar, yang tersebar di sekeliling rig. Setelah rig berada di posisi sumur, semua jangkar di-deployed dan di "pretension" sampai dengan 300,000lbs untuk setiap jangkar. Bila jangkar tsb slip pada saat pretension, bisa ditambahkan "piggy back anchor" di belakang jangkar utama. Sama halnya dengan 'preloading' pada type rig jack up, 'pretension' selama mooring operations inipun sangat penting di lakukan pada rig jenis floaters agar nantinya rig benar2 stabil pada saat drilling mode. Selain itu, rig juga dilengkapi dengan "motion compensator" system untuk mengatasi masalah heave, pitch dan roll pada rig jenis floaters, sehingga posisi rig floor relative stabil terhadap lubang sumur at all times. Bahkan di rig2 modern dewasa ini, rig positioning sudah diatur secara computerized agar tetap stabil on position

C. DAMPAK PROSES PENGEBORAN MINYAK DI LAUT
Akibat yang ditimbulkan dari terjadinya pencemaran minyak bumi di laut adalah:
1.    Rusaknya estetika pantai akibat bau dari material minyak. Residu berwarna gelap yang terdampar di pantai akan menutupi batuan, pasir, tumbuhan dan hewan. Gumpalan tar yang terbentuk dalam proses pelapukan minyak akan hanyut dan terdampar di pantai.
2.    Kerusakan biologis, bisa merupakan efek letal dan efek subletal. Efek letal yaitu reaksi yang terjadi saat zat-zat fisika dan kimia mengganggu proses sel ataupun subsel pada makhluk hidup hingga kemungkinan terjadinya kematian. Efek subletal yaitu mepengaruhi kerusakan fisiologis dan perilaku namun tidak mengakibatkan kematian secara langsung. Terumbu karang akan mengalami efek letal dan subletal dimana pemulihannya memakan waktu lama dikarenakan kompleksitas dari komunitasnya.
3.    Pertumbuhan fitoplankton laut akan terhambat akibat keberadaan senyawa beracun dalam komponen minyak bumi, juga senyawa beracun yang terbentuk dari proses biodegradasi. Jika jumlah pitoplankton menurun, maka populasi ikan, udang, dan kerang juga akan menurun. Padahal hewan-hewan tersebut dibutuhkan manusia karena memiliki nilai ekonomi dan kandungan protein yang tinggi.
4.    Penurunan populasi alga dan protozoa akibat kontak dengan racun slick (lapisan minyak di permukaan air). Selain itu, terjadi kematian burung-burung laut. Hal ini dikarenakan slick membuat permukaan laut lebih tenang dan menarik burung untuk hinggap di atasnya ataupun menyelam mencari makanan. Saat kontak dengan minyak, terjadi peresapan minyak ke dalam bulu dan merusak sistem kekedapan air dan isolasi, sehingga burung akan kedinginan yang pada akhirnya mati.

D. LIMBAH YANG DI HASILKAN DARI PROSES PENGEBORAN MINYAK DI LAUT
            Semua minyak mentah beracun terhadap organism laut,varietas organisme dewasa menunjukan efek lethal terhadap fraksi minyak. Fraksi minyak bumi yang tidak dapat larut sangat merusak karena minyak tersebut akan melapisi organisme dan selanjutnya akan menyebabkan organisme tersebut mati lemas (suffocation). Selain itu minyak juga dapat menyebabkan terkontaminasinya organism yang dapat dimakan. Telah ditemukan bahwa hidrokarbon aromatic pada titik rendah merupakan fraksi yang paling toksik dan penyebab utama kematian organism. Yang termasuk di dalamnya adalah benzene, toluene, xylene, naphthalene dan phenantrene (Revelle dkk.,1971dalam bishop, 1983). Aliphatic dengan berat mokuler rendah, yang umumnya larut ddalam air, akan menghasilkan narcosis dan anesthesia (semacam zat bius) pada konsentrasi rendah.
            Pada konsentrasi tinggi, mereka dapat menyebabkan kerusakan sel dan kematian sel, khususnya terhadap bentuk larva.. campuran heterocyclic juga toksik tetapi hanya pada konsentrasi yang lebih tinggi daripada umumnya (Hyland dan Schneider,1976 dalam Bishop,1983). Fraksi minyak mentah pada titik didih yang lebih tinggi seperti 3,4-benzopyrene dan campuran aromatic polycyclic lainnya telah diketahui bersifat karsiogenik.
Senyawa hidrokarbon yang terkandung dalam minya bumi berupa benzene , toluene,etilbenzena dan isomer xilena, dikenal sebagai BTEXyang merupakan komponen utama dalam minya bumi,mempunyai sifat mutagenic dan karsiogenik pada manusia. Senyawa ini bersifat rekalsitran, yang artinya sulit mengalami perombakan di alam,baik dari air maupun di darat, sehingga hal ini dapat mengalami proses akumulasi pada rantai makanan (biomagnifications) pada ikan ataupun pada biota laut yang lain. Bila senyawa aromatic tersebut masuk kedalam darah, maka senyawa tersebut akan diserap oleh jaringan lemak dan mengalami oksidasi dalam hati. Setelah mengalami noksidasi, kemudian akan membentuk fenol, dan pada proses berikutnya akan terjadi reaksi konjugasi dan membentuk senyawa glucuride yang larut dalam air, kemudian masuk ke ginjal.
Senyawa yang terbentuk adalah epoksida benzena yang beracun dan dapat menyebabkan gangguan serta kerusakan pada tulang sumsum. Keracunan yang kronis menimbulkan kelainan pada darah, termasuk menurunnya sel darah putih, zat beku darah, dan sel darah merah yang dapat menyebabkan anemia. Kejadian ini akan merangsang timbulnya preleukemia, yang pada akhirnya menyebabkan leukemia (kanker darah). Dampak lainyya adalah menyebabkan iritasi kulit.
III. TEKNOLOGI PENANGANGAN LIMBAH

3.1 PENANGANAN LIMBAH PADAT, CAIR DAN GAS serta B3
A.     PENANGANAN LIMBAH CAIR

Metode dan tahapan proses pengolahan limbah cair yang telah dikembangkan sangat beragam. Limbah cair dengan kandungan polutan yang berbeda kemungkinan akan membutuhkan proses pengolahan yang berbeda pula. Proses- proses pengolahan tersebut dapat diaplikasikan secara keseluruhan, berupa kombinasi beberapa proses atau hanya salah satu. Proses pengolahan tersebut juga dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan atau faktor finansial.
1.        Pengolahan Primer (Primary Treatment)
Tahap pengolahan primer limbah cair sebagian besar adalah berupa proses pengolahan secara fisika.
a.    Penyaringan (Screening)
Pertama, limbah yang mengalir melalui saluran pembuangan disaring menggunakan jeruji saring. Metode ini disebut penyaringan.  Metode penyaringan merupakan cara yang efisien dan murah untuk menyisihkan bahan-bahan padat berukuran besar dari air limbah.
b.  Pengolahan Awal  (Pretreatment)
Kedua, limbah yang telah disaring kemudian disalurkan kesuatu tangki atau bak yang berfungsi untuk memisahkan pasir dan partikel padat teruspensi lain yang berukuran relatif besar. Tangki ini dalam bahasa inggris disebut grit chamber dan cara kerjanya adalah dengan memperlambat aliran limbah sehingga partikel – partikel pasir jatuh ke dasar tangki sementara air limbah terus dialirkan untuk proses selanjutnya.
c.       Pengendapan
Setelah melalui tahap pengolahan awal, limbah cair akan dialirkan ke tangki atau bak pengendapan. Metode pengendapan adalah metode pengolahan utama dan yang paling banyak digunakan pada proses pengolahan primer limbah cair. Di    tangki pengendapan, limbah cair didiamkan agar partikel – partikel padat yang tersuspensi dalam air limbah dapat mengendap ke dasar tangki. Enadapn partikel tersebut akan membentuk lumpur yang kemudian akan dipisahkan dari air limbah ke saluran lain untuk diolah lebih lanjut. Selain metode pengendapan, dikenal juga metode pengapungan (Floation).
d.  Pengapungan (Floation)
Metode ini efektif digunakan untuk menyingkirkan polutan berupa minyak atau lemak. Proses pengapungan dilakukan dengan menggunakan alat yang dapat menghasilkan gelembung- gelembung udara berukuran kecil (± 30 – 120 mikron). Gelembung udara tersebut akan membawa partikel –partikel minyak dan lemak ke permukaan air limbah sehingga kemudian dapat disingkirkan.

Bila limbah cair hanya mengandung polutan yang telah dapat disingkirkan melalui proses pengolahan primer, maka limbah cair yang telah mengalami proses pengolahan primer tersebut dapat langsung dibuang kelingkungan (perairan). Namun, bila limbah tersebut juga mengandung polutan yang lain yang sulit dihilangkan melalui proses tersebut, misalnya agen penyebab penyakit atau senyawa organik dan anorganik terlarut, maka limbah tersebut perlu disalurkan ke proses pengolahan selanjutnya.

2.     Pengolahan Sekunder (Secondary  Treatment)
Tahap pengolahan sekunder merupakan proses pengolahan secara biologis, yaitu dengan melibatkan mikroorganisme yang dapat mengurai/ mendegradasi bahan organik. Mikroorganisme yang digunakan umumnya adalah bakteri aerob.
Terdapat tiga metode pengolahan secara biologis yang umum digunakan yaitu metode penyaringan dengan tetesan (trickling filter), metode lumpur aktif (activated sludge), dan metode kolam perlakuan (treatment ponds / lagoons) .
a.  Metode Trickling Filter
Pada metode ini, bakteri aerob yang digunakan untuk mendegradasi bahan organik melekat dan tumbuh pada suatu lapisan media kasar, biasanya berupa serpihan batu atau plastik, dengan dengan ketebalan  ± 1 – 3 m. limbah cair kemudian disemprotkan ke permukaan media dan dibiarkan merembes melewati media tersebut. Selama proses perembesan, bahan organik yang terkandung dalam limbah akan didegradasi oleh bakteri aerob. Setelah merembes sampai ke dasar lapisan media, limbah akan menetes ke suatu wadah penampung dan kemudian disalurkan ke tangki pengendapan. Dalam tangki pengendapan, limbah kembali mengalami proses pengendapan untuk memisahkan partikel padat tersuspensi dan mikroorganisme dari air limbah. Endapan yang terbentuk akan mengalami proses pengolahan limbah lebih lanjut, sedangkan air limbah akan dibuang ke lingkungan atau disalurkan ke proses pengolahan selanjutnya jika masih diperlukan

b.  Metode Activated Sludge
Pada metode activated sludge atau lumpur aktif, limbah cair disalurkan ke sebuah tangki dan didalamnya limbah dicampur dengan lumpur yang kaya akan bakteri aerob. Proses degradasi berlangsung didalam tangki tersebut selama beberapa jam, dibantu dengan pemberian gelembung udara aerasi (pemberian oksigen). Aerasi dapat mempercepat kerja bakteri dalam mendegradasi limbah. Selanjutnya, limbah disalurkan ke tangki pengendapan untuk mengalami proses pengendapan, sementara lumpur yang mengandung bakteri disalurkan kembali ke tangki aerasi. Seperti pada metode trickling filter, limbah yang telah melalui proses ini dapat dibuang ke lingkungan atau diproses lebih lanjut jika masih dperlukan.
c.  Metode Treatment ponds/ Lagoons
Metode treatment ponds/lagoons atau kolam perlakuan merupakan metode yang murah namun prosesnya berlangsung relatif lambat. Pada metode ini, limbah cair ditempatkan dalam kolam-kolam terbuka. Algae yang tumbuh dipermukaan kolam akan berfotosintesis menghasilkan oksigen. Oksigen tersebut kemudian digunakan oleh bakteri aero untuk proses penguraian/degradasi bahan organik dalam limbah. Pada metode ini, terkadang kolam juga diaerasi. Selama proses degradasi di kolam, limbah juga akan mengalami proses pengendapan. Setelah limbah terdegradasi dan terbentuk endapan didasar kolam, air limbah dapat disalurka untuk dibuang ke lingkungan atau diolah lebih lanjut. 
3.    Pengolahan Tersier (Tertiary Treatment)
Pengolahan tersier dilakukan jika setelah pengolahan primer dan sekunder masih terdapat zat tertentu dalam limbah cair yang dapat berbahaya bagi lingkungan atau masyarakat. Pengolahan tersier bersifat khusus, artinya pengolahan ini disesuaikan dengan kandungan zat yang tersisa dalam limbah cair / air limbah. Umunya zat yang tidak dapat dihilangkan sepenuhnya melalui proses pengolahan primer maupun sekunder adalah zat-zat anorganik terlarut, seperti nitrat, fosfat, dan garam- garaman. 
Pengolahan tersier sering disebut juga pengolahan lanjutan (advanced treatment). Pengolahan ini meliputi berbagai rangkaian proses kimia dan fisika. Contoh metode pengolahan tersier yang dapat digunakan adalah metode saringan pasir, saringan multimedia, precoal filter, microstaining, vacum filter, penyerapan dengan karbon aktif, pengurangan besi dan mangan, dan osmosis bolak-balik.
Metode pengolahan tersier jarang diaplikasikan pada fasilitas pengolahan limbah. Hal ini disebabkan biaya yang diperlukan untuk melakukan proses pengolahan tersier cenderung tinggi sehingga tidak ekonomis.
4.     Desinfeksi (Desinfection)
Desinfeksi atau pembunuhan kuman bertujuan untuk membunuh atau mengurangi mikroorganisme patogen yang ada dalam limbah cair. Meknisme desinfeksi dapat secara kimia, yaitu dengan menambahkan senyawa/zat tertentu, atau dengan perlakuan fisik. Dalam menentukan senyawa untuk membunuh mikroorganisme, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu :
•  Daya racun zat
•  Waktu kontak yang diperlukan
•  Efektivitas zat
•  Kadar dosis yang digunakan
•  Tidak boleh bersifat toksik terhadap manusia dan hewan
•  Tahan terhadap air
•  Biayanya murah

Contoh mekanisme desinfeksi pada limbah cair adalah penambahan klorin (klorinasi), penyinaran dengan ultraviolet(UV), atau dengan ozon (Oз). Proses desinfeksi pada limbah cair biasanya dilakukan setelah proses pengolahan limbah selesai, yaitu setelah pengolahan primer, sekunder atau tersier, sebelum limbah dibuang ke lingkungan.

5.    Pengolahan Lumpur (Slude Treatment)
Setiap tahap pengolahan limbah cair, baik primer, sekunder, maupun tersier, akan menghasilkan endapan polutan berupa lumpur. Lumpur tersebut tidak dapat dibuang secara langsung, melainkan pelu diolah lebih lanjut. Endapan lumpur hasil pengolahan limbah biasanya akan diolah dengan cara diurai/dicerna secara aerob (anaerob digestion), kemudian disalurkan ke beberapa alternatif, yaitu dibuang ke laut atau ke lahan pembuangan (landfill), dijadikan pupuk kompos, atau dibakar (incinerated).


B. PENANGANAN LIMBAH PADAT
1.     Penimbunan Terbuka
Terdapat dua cara penimbunan sampah yang umum dikenal, yaitu metode penimbunan terbuka (open dumping) dan metode sanitary landfill. Pada metode penimbunan terbuka. Di lahan penimbunan terbuka, berbagai hama dan kuman penyebab penyakit dapat berkembang biak. Gas metan yang dihasilkan oleh pembusukan sampah organik dapat menyebar ke udara sekitar dan menimbulkan bau busuk serta mudah terbakar. Cairan yang tercampur dengansampah dapat merembes ke tanah dan mencemari tanah serta air.
2.     Sanitary Landfill
Pada metode sanitary landfill, sampah ditimbun dalam lubang yang dialasi iapisan lempung dan lembaran plastik untuk mencegah perembesan limbah ke tanah. Pada landfill yang lebih modern lagi, biasanya dibuat sistem Iapisan ganda (plastik – lempung – plastik – lempung) dan pipa-pipa saluran untuk mengumpulkan cairan serta gas metan yang terbentuk dari proses pembusukan sampah. Gas tersebut kemudian dapat digunakan untuk menghasilkan listrik.
3.     Insinerasi
Insinerasi adalah pembakaran sampah/limbah padat menggunakan suatu alat yang disebut insinerator. Kelebihan dari proses insinerasi adalah volume sampah berkurang sangat banyak (bisa mencapai 90 %). Selain itu, proses insinerasi menghasilkan panas yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan listrik atau untuk pemanas ruangan.
4.     Pembuatan kompos padat dan cair
metode ini adalah dengan mengolah sampah organic seperti sayuran, daun-daun kering, kotoran hewan melalui proses penguraian oleh mikroorganisme tertentu. Pembuatan kompos adalah salah satu cara terbaik dalam penanganan sampah organic.  Berdasarkan bentuknya kompos ada yang berbentuk padat dan cair.  Pembuatannya dapat dilakukan dengan menggunakan kultur mikroorganisme, yakni menggunakan kompos yang sudah jadi dan bisa didapatkan di pasaran seperti EMA efectif microorganism 4.EMA merupakan kultur campuran mikroorganisme yang dapat meningkatkan degaradasi limbah atau sampah organic.

5.     Daur Ulang
Daur ulang adalah proses untuk menjadikan suatu bahan bekas menjadi bahan baru dengan tujuan mencegah adanya sampah yang sebenarnya dapat menjadi sesuatu yang berguna, mengurangi penggunaan bahan baku yang baru, mengurangi penggunaan energi, mengurangi polusikerusakan lahan, dan emisi gas rumah kaca jika dibandingkan dengan proses pembuatan barang baru. Daur ulang adalah salah satu strategi pengelolaan sampah padat yang terdiri atas kegiatan pemilahan, pengumpulan, pemrosesan, pendistribusian dan pembuatan produk / material bekas pakai, dan komponen utama dalam manajemen sampah modern dan bagian ketiga adalam proses hierarki sampah3R (Reuse, Reduce, and Recycle).

C.     PENANGANAN LIMBAH GAS
Pengolah limbah gas secara teknis dilakukan dengan menambahkan alat bantu yang dapat mengurangi pencemaran udara. Pencemaran udara sebenarnya dapat berasal dari limbah berupa gas atau materi partikulat yang terbawah bersama gas tersebut. Berikut akan dijelaskan beberapa cara menangani pencemaran udara oleh limbah gas dan materi partikulat yang terbawah bersamanya.
1.     Mengontrol Emisi Gas Buang
·         Gas-gas buang seperti sulfur oksida, nitrogen oksida, karbon monoksida, dan hidrokarbon dapat dikontrol pengeluarannya melalui beberapa metode. Gas sulfur oksida dapat dihilangkan dari udara hasil pembakaran bahan bakar dengan cara desulfurisasi menggunakan filter basah (wet scrubber).
·         Mekanisme kerja filter basah ini akan dibahas lebih lanjut pada pembahasan berikutnya, yaitu mengenai metode menghilangkan materi partikulat, karena filter basah juga digunakan untuk menghilangkan materi partikulat.
·         Gas nitrogen oksida dapat dikurangi dari hasil pembakaran kendaraan bermotor dengan cara menurunkan suhu pembakaran. Produksi gas karbon monoksida dan hidrokarbon dari hasil pembakaran kendaraan bermotor dapat dikurangi dengan cara memasang alat pengubah katalitik (catalytic converter) untuk menyempurnakan pembakaran.
·         Selain cara-cara yang disebutkan diatas, emisi gas buang jugadapat dikurangi kegiatan pembakaran bahan bakar atau mulai menggunakan sumber bahan bakar alternatif yang lebih sedikit menghasilkan gas buang yang merupakan polutan.



2.     Menghilangkan Materi Partikulat Dari Udara Pembuangan
a.  Filter Udara
Filter udara dimaksudkan untuk yang ikut keluar pada cerobong atau stack, agar tidak ikut terlepas ke lingkungan sehingga hanya udara bersih yang saja yang keluar dari cerobong. Filter udara yang dipasang ini harus secara tetap diamati (dikontrol), kalau sudah jenuh  (sudah penuh dengan abu/ debu) harus segera diganti dengan yang baru.
Jenis filter udara yang digunakan tergantung pada sifat gas buangan yang keluar dari proses industri, apakah berdebu banyak, apakah bersifat asam, atau bersifat alkalis dan lain sebagainya

b.  Pengendap Siklon
Pengendap Siklon atau Cyclone Separators adalah pengedap debu / abu yang ikut dalam gas buangan atau udara dalam ruang pabrik yang berdebu. Prinsip kerja pengendap siklon adalah pemanfaatan gaya sentrifugal dari udara / gas buangan yang sengaja dihembuskan melalui tepi dinding tabung siklon sehingga partikel yang relatif   “berat” akan jatuh ke bawah.
Ukuran partikel / debu / abu yang bisa diendapkan oleh siklon adalah antara 5 u – 40 u. Makin besar ukuran debu makin cepat partikel tersebut diendapkan.
c.  Filter Basah
Nama lain dari filter basah adalah Scrubbers atau Wet Collectors. Prinsip kerja filter basah adalah membersihkan udara yang kotor dengan cara menyemprotkan air dari bagian atas alt, sedangkan udara yang kotor dari bagian bawah alat. Pada saat udara yang berdebu kontak dengan air, maka debu akan ikut semprotkan air turun ke bawah.
Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dapat juga prinsip kerja pengendap siklon dan filter basah digabungkan menjadi satu. Penggabungan kedua macam prinsip kerja tersebut menghasilkan suatu alat penangkap debu.
d.  Pengendap Sistem Gravitasi
Alat pengendap ini hanya digunakan untuk membersihkan udara kotor yang ukuran partikelnya relatif cukup besar, sekitar 50 u atau lebih. Cara kerja alat ini sederhana sekali, yaitu dengan mengalirkan udara yang kotor ke dalam alat yang dibuat sedemikian rupa sehingga pada waktu terjadi perubahan kecepatan secara tiba-tiba (speed drop), zarah akan jatuh terkumpul di bawah akibat gaya beratnya sendiri (gravitasi). Kecepatan pengendapan tergantung pada dimensi alatnya. 

e.  Pengendap Elektrostatik
Alat pengendap elektrostatik digunakan untuk membersihkan udara yang kotor dalam jumlah (volume) yang relatif besar dan pengotor udaranya adalah aerosol atau uap air. Alat ini dapat membersihkan udara secara cepat dan udara yang keluar dari alat ini sudah relatif bersih.
Alat pengendap elektrostatik ini menggunakan arus searah (DC) yang mempunyai tegangan antara 25 – 100 kv. Alat pengendap ini berupa tabung silinder di mana dindingnya diberi muatan positif, sedangkan di tengah ada sebuah kawat yang merupakan pusat silinder, sejajar dinding tabung, diberi muatan negatif. Adanya perbedaan tegangan yang cukup besar akan menimbulkan corona discharga di daerah sekitar pusat silinder. Hal ini menyebabkan udara kotor seolah – olah mengalami ionisasi. Kotoran udara menjadi ion negatif sedangkan udara bersih menjadi ion positif dan masing-masing akan menuju ke elektroda yang sesuai. Kotoran yang menjadi ion negatif akan ditarik oleh dinding tabung sedangkan udara bersih akan berada di tengah-tengah silinder dan kemudian terhembus keluar.

D.     PENANGANAN LIMBAH B3
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) tidak dapat begitu saja ditimbun, dibakar atau dibuang ke lingkungan , karena mengandung bahan yang dapat membahayakan manusia dan makhluk hidup lain. Limbah ini memerlukan cara penanganan yang lebih khusus dibanding limbah yang bukan B3. Limbah B3 perlu diolah, baik secara fisik, biologi, maupun kimia sehingga menjadi tidak berbahaya atau berkurang daya racunnya. Setelah diolah limbah B3 masih memerlukan metode pembuangan yang khusus untuk mencegah resiko terjadi pencemaran. Beberapa metode penanganan limbah B3 yang umumnya diterapkan adalah sebagai berikut.
1.    Metode Pengolahan Secara Kimia, Fisik Dan Biologi
Proses pengolahan limbah B3  dapat dilakukan secara kimia, fisik, atau biologi. Proses pengolahan limbah B3 secara kimia atau fisik yang umumnya dilakukan adalah stabilisasi/ solidifikasi . stabilisasi/solidifikasi adalah proses pengubahan bentuk fisik dan sifat kimia dengan menambahkan bahan peningkat atau senyawa pereaksi tertentu untuk memperkecil atau membatasi pelarutan, pergerakan, atau penyebaran daya racun limbah, sebelum dibuang. Contoh bahan yang dapat digunakan untuk proses stabilisasi/solidifikasi adalah semen, kapur (CaOH2), dan bahan termoplastik.
Metode insinerasi (pembakaran) dapat diterapkan untuk memperkecil volume B3 namun saat melakukan pembakaran perlu dilakukan pengontrolan ketat agar gas beracun hasil pembakaran tidak mencemari udara.
Proses pengolahan limbah B3 secara biologi yang telah cukup berkembang saat ini dikenal dengan istilah bioremediasi dan viktoremediasi. Bioremediasi adalah penggunaan bakteri dan mikroorganisme lain untuk mendegradasi/ mengurai limbah B3, sedangkan Vitoremediasi adalah penggunaan tumbuhan untuk mengabsorbsi dan mengakumulasi bahan-bahan beracun dari tanah. Kedua proses ini sangat bermanfaat dalam mengatasi pencemaran oleh limbah B3 dan biaya yang diperlukan lebih muran dibandingkan dengan metode Kimia atau Fisik. Namun, proses ini juga masih memiliki kelemahan. Proses Bioremediasi dan Vitoremediasi merupakan proses alami sehingga membutuhkan waktu yang relatif lama untuk membersihkan limbah B3, terutama dalam skala besar. Selain itu, karena menggunakan makhluk hidup, proses ini dikhawatirkan dapat membawa senyawa-senyawa beracun ke dalam rantai makanan di ekosistem.


2.     Metode Pembuangan Limbah B3
a.  Sumur dalam/ Sumur Injeksi (deep well injection)
Salah satu cara membuang limbah B3 agar tidak membahayakan manusia adalah dengan cara memompakan limbah tersebut melalui pipa kelapisan batuan yang dalam, di bawah lapisan-lapisan air tanah dangkal maupun air tanah dalam. Secara teori, limbah B3 ini akan terperangkap dilapisan itu sehingga tidak akan mencemari tanah maupun air. Namun, sebenarnya tetap ada kemungkinan terjadinya kebocoran atau korosi pipa atau pecahnya lapisan batuan akibat gempa sehingga limbah merembes kelapisan tanah.

b.  Kolam penyimpanan (surface impoundments)
Limbah B3 cair dapat ditampung pada kolam-kolam yang memang dibuat untuk limbah B3. Kolam-kolam ini dilapisi lapisan pelindung yang dapat mencegah perembesan limbah. Ketika air limbah menguap, senyawa B3 akan terkosentrasi dan mengendap di dasar. Kelemahan metode ini adalah memakan lahan karena limbah akan semakin tertimbun dalam kolam, ada kemungkinan kebocoran lapisan pelindung, dan ikut menguapnya senyawa B3 bersama  air limbah sehingga mencemari udara.

c.  Landfill untuk limbah B3 (secure landfils)
Limbah B3 dapat ditimbun pada landfill, namun harus pengamanan tinggi. Pada metode pembuangan secure landfills, limbah B3 ditempatkan dalam drum atau tong-tong, kemudian dikubur dalam landfill yang didesain khusus untuk mencegah pencemaran limbah B3. Landffill ini harus dilengkapi peralatan moditoring yang lengkap untuk mengontrol kondisi limbah B3 dan harus selalu dipantau. Metode ini jika diterapkan dengan benar dapat menjadi cara penanganan limbah B3 yang efektif. Namun, metode secure landfill merupakan metode yang memliki biaya operasi tinggi, masih ada kemungkinan terjadi kebocoran, dan tidak memberikan solusi jangka panjang karena limbah akan semakin menumpuk.
IV. KESIMPULAN
Pengeboran minyak bumi di laut menyebabkan terjadinya peledakan (blow aut) di sumur minyak. Ledakan ini mengakibatkan semburan minyak ke lokasi sekitar laut, sehingga menimbulkan pencemaran. Hampir semua tumpahan minyak di lingkungan laut dapat dengan segera membentuk sebuah lapisan tipis di permukaan. Proses penyebaran minyak akan menyebarkan lapisan menjadi tipis serta tingkat penguapan meningkat.

Minyak tidak dapat larut di dalam air, melainkan akan mengapung di atas permukaan air. Lapisan minyak di permukaan air lingkungan akan mengganggu kehidupan organisme dalam air. Hal ini disebabkan oleh Lapisan minyak pada permukaan air akan menghalangi difusi oksigen dari udara ke dalam air sehingga jumlah oksigen yang terlarut di dalam air menjadi berkurang. Kandungan oksigen yang menurun akan mengganggu kehidupan hewan air.Menghasilkan limbah padat, cair dan gas







1 komentar:

  1. How to get to The Duel Lounge - JTM Hub
    The Duel Lounge 제주도 출장마사지 is located inside the The 제주 출장샵 Duel Lounge with a seating area, which is a common feature 보령 출장마사지 of all other establishments. Once inside, 양주 출장마사지 patrons 광양 출장샵 can

    BalasHapus